Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stimulus Ekonomi - Pemerintah Perlu Fokus Dorong Hilirisasi Industri

Salurkan Subsidi ke Sektor Produktif

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah harus mengurangi beban subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Subsidi sebaiknya diberikan ke sektor-sektor yang produktif, tidak lagi diberikan ke sektor konsumtif yang membuat rakyat menjadi candu. Dengan demikian, APBN makin kuat merespons berbagai macam dinamika global.

Direktur Program Indef, Esther Sri Astuti, menyoroti anggaran subsidi dalam Rancangan APBN 2023 yang dibacakan Presiden pada 16 Agustus lalu. Esther sepakat apabila subsidi energi dikurangi demi meringankan beban anggaran pemerintah.

"Subsidi energi memang harus dikurangi, ibarat memberi uang ke perokok. Jadi subsidi energi untuk konsumtif," tegasnya pada Koran Jakarta, Jumat (19/8).

Ke depan, lanjutnya, lebih baik subsidi dialokasikan untuk kegitatan produktif. Jika suatu saat subsidi dilepas, sektor tersebut sudah produktif dan mandiri.

"Sebaliknya, kalau subsidi untuk konsumtif, selamanya akan terus untuk konsumtif dan akan ada ketergantungan. Apalagi ada indikasi keterbatasan stok pangan yang mengakibatkan harga pangan melambung," ujarnya.

Untuk memperkuat anggaran, Esther menilai pemerintah perlu fokus mendorong hilirisasi industri. Hilirisasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai ekspor dan pendapatan sumber devisa.

Sebelumnya, potensi pembengkakan subsidi tersebut menjadi perhatian Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2022 di Istana Negara pada Kamis, (18/8). Presiden mengingatkan angka inflasi Indonesia yang masih bisa ditahan untuk berada pada 4,94 persen adalah berkat besarnya subsidi untuk energi dari APBN yang mencapai 502 triliun rupiah. Presiden akan meminta Menkeu untuk menghitung kemampuan APBN dalam melanjutkan subsidi tersebut.

"Pertalite, pertamax, solar, LPG, listrik itu bukan harga yang sebenarnya, bukan harga keekonomian, itu harga yang disubsidi oleh pemerintah yang besarnya itu hitung-hitungan kita di tahun ini subsidinya 502 triliun rupiah, angkanya gede sekali. Ini yang harus kita tahu, untuk apa? Untuk menahan agar inflasinya tidak tinggi," jelas Presiden.

Untuk itu, Presiden menekankan jajarannya untuk tidak bekerja secara rutinitas karena keadaan saat ini tidak pada kondisi normal. Presiden meminta agar bekerja dengan melihat secara mikro bukan hanya makro.

Perlunya Koordinasi

Presiden mengatakan situasi global akibat pandemi Covid-19 yang belum usai ditambah dengan adanya geopolitik Rusia-Ukraina mendorong terjadinya inflasi yang menjadi momok di semua negara. Inflasi Indonesia per Juli 2022 berada pada angka 4,94 persen secara tahunan (year on year). Angka tersebut masih lebih baik dibandingkan beberapa negara lain seperti Uni Eropa di 8,9 persen, Amerika Serikat di 8,5 persen, bahkan Turki yang mencapai 79 persen.

Agar inflasi Indonesia terkendali, Presiden mengingatkan jajaran terkait untuk bekerja sama. Presiden meyakini pemerintah akan mampu mengendalikan inflasi hingga di bawah angka 3 persen jika seluruh kepala daerah dapat bekerja sama dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) maupun Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP).

"Saya ingin bupati, wali kota, gubernur betul-betul mau bekerja sama dengan tim TPID di daerah dan TPIP. Tanyakan di daerah kita apa yang harganya naik yang menyebabkan inflasi," tandas Presiden.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top