Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sidang Kasus Hoaks

Saksi Ahli Menilai Ratna Menyebar Kabar Bohong

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet menjalani lanjutan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (25/4), dengan agenda keterangan saksi ahli. Dalam persidangan terungkap bahwa Ratna memang sengaja ingin membuat kabar bohong dengan mengadukan fakta palsu kepada calon presiden (capres) Prabowo Subianto dan bukan ingin menutupi tindakan operasi plastik dari pengetahuan anaknya.

Ahli digital forensik, Saji Purwanto, menampilkan catatan digital isi percakapan antara Ratna Sarumpaet dengan sejumlah tokoh pendukung capres Parabowo, seperti Fadli Zon dan Said Iqbal, di sebuah layar yang ada di ruang sidang.

"Dia (Ratna) mengirimkan gambar, kemudian selanjutanya dikasih keterangan," jelas Saji.

Saji menjelaskan pada tampilan percakapan itu, Ratna sempat mengirimkan foto wajahnya yang lebam kepada Fadli seraya dibubuhi keterangan tambahan.

"(Foto itu) Dikasih keterangan off the record, 21 September malam Bandara Bandung. Prabowo harus tahu siapa yang mengancam saya itu," beber Saji.

Selanjutnya, Saji mengaku dirinya juga menampilkan catatan digital percakapan antara Ratna dengan aktivis buruh Said Iqbal. Di situ nampak pula Ratna mengirimkan foto wajahnya yang lebam.

Kepada Iqbal, Ratna juga minta dipertemukan dengan Prabowo Subianto.

"Segera ya Iqbal, paling lambat tanggal 4 sebelum kakak berangkat ke Cile," ujar Saji membacakan percakapan Ratna ke Said Iqbal.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Daroe Tri Darsono, menanyakan mengenai keonaran bisakah terjadi di media sosial atau tidak.

Saksi Ahli Filsafat Bahasa Universitas Nasional Yogyakarta, Wahyu Wibowo, mengatakan keonaran bisa terjadi secara fisik maupun nonfisik. Salah satunya media sosial, apalagi kejadian ini menimbulkan pro-kontra di publik.

"Onar tidak berarti selalu fisik, hasilnya memang begitu. Onar bisa saja membuat orang gaduh, heran, bertanya-tanya itu juga onar. Medsos kan wakil dari lisan," kata Wahyu di PN Jaksel.

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum juga menghadirkan Ahli Hukum Pidana, Mety Rachmawati, yang mengatakan ada dua motif orang yang berstatus sebagai figur publik memberitakan berita bohong. Terlebih jika berita bohong tersebut dinyatakan dalam ranah publik.

Mety menjelaskan niat seorang publik figur dalam menyebarkan berita bohong harus dilihat terlebih dahulu. "Jadi, kita harus melihat Mens Rea atau niat awal," ungkap Mety.

Mety mengungkapkan, ada niatan untuk menarik simpati dari masyarakat dan ada yang untuk menimbulkan keonaran.

"Harus dilihat apakah ia inginkan orang simpati, supaya orang kasihan atau dia inginkan ada kericuhan? Dia sadar sebagai publik figur yang tidak disukai banyak orang, maka bisa saja dia sengaja menimbulkan keonaran," jelas Mety.

Kasus hoaks Ratna Sarumpaet bermula saat dirinya mengaku telah dianiaya oleh dua orang lelaki hingga wajahnya lebam pada Oktober 2018. Setelah dilakukan penyelidikan di Polda Metro Jaya, ternyata penyebab wajah babak belur yang dialami Ratna bukan dianiaya, melainkan imbas setelah melakukan operasi sedot lemak.

Akibat kebohongannya itu, Ratna dijerat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). jon/P-6

Penulis : Yohanes Abimanyu

Komentar

Komentar
()

Top