Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Produk Legislasi - Definisi Terorisme Harus Diatur dalam Batang Tubuh RUU

RUU Antiterorisme untuk Kepentingan Nasional

Foto : ANTARA/Aprillio Akbar
A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Ketua DPR, Bambang Soesatyo, menegaskan beberapa frasa krusial dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) yang menjadi perdebatan, sudah menemukan titik temu.

Diharapkan paling lambat akhir Mei ini RUU Antiterorisme itu bisa disetujui dalam sidang paripurna DPR .

"Minggu ini, Pansus RUU Antiterorisme mulai melakukan berbagai rapat, baik internal maupun bersama pemerintah. Hal-hal yang belum sinkron akan segera kita sinkronkan.

Saya yakin RUU Antiterorisme bisa disetujui sebelum matahari terbenam di akhir bulan Mei," ujar Bambang saat bertemu dengan sejumlah Pengurus Pusat Muhammadiyah yang dipimpin Busyro Muqqodas di Gedung Parlemen, di Jakarta, Senin (21/5).

Bambang menjamin RUU Antiterorisme tidak akan dijadikan alat politik bagi penguasa untuk membungkam lawan politiknya.

Pembahasan RUU Antiterorisme pun dilakukan dengan spirit kepentingan nasional. "Saya jamin RUU Antiterorisme tidak akan dijadikan alat politik bagi penguasa untuk membungkam lawan politik atau mereka yang kritis.

Pasal demi pasal yang tertulis di dalamnya telah melampaui berbagai kajian mendalam melibatkan banyak pihak, dari akademisi, organisasi kemasyarakatan, lembaga pemerintah, aparat hukum, maupun lainnya. Sehingga UU yang dihasilkan benar-benar demi kepentingan nasional," ujarnya.

Hati-Hati

Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas, meminta pemerintah dan DPR hati-hati dalam mengatur mekanisme pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme.

Busyro menegaskan bahwa upaya pemberantasan terorisme yang tengah dibahas dalam revisi RUU Antiterorisme tak bisa dilepaskan dari koridor penegakan hukum.

Menurut Busyro, pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme hanya dapat dilakukan dalam kondisi darurat dan menjadi pilihan terakhir. Oleh sebab itu, pelibatan TNI harus melalui keputusan politik presiden bersama DPR.

Selain itu, lanjut Busyro, pelibatan TNI harus bersifat sementara. Artinya, jika kondisi darurat berakhir maka keterlibatan TNI juga harus berakhir.

Anggota TNI yang terlibat dalam penanganan tindak pidana terorisme pun harus terikat dengan peradilan umum, apabila diduga melakukan pelanggaran hukum saat melakukan tugasnya.

Di tempat terpisah, Ketua Pansus revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ( RUU Antiterorisme), Muhammad Syafi'i, menegaskan ketentuan soal definisi terorisme harus diatur dalam batang tubuh rancangan undang-undang.

Menurut Syafi'i, hal itu bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum dalam menangani tindak pidana terorisme.

Pemerintah dan DPR telah sepakat untuk memasukkan frasa motif politik, ideologi, dan mengancam keamanan negara.

Artinya, suatu tindak pidana bisa dikategorikan sebagai kejahatan terorisme apabila pelaku memiliki tujuan politik, berdasarkan ideologi tertentu dan mengancam keamanan negara. rag/Ant/P-4


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top