Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Krisis Semenanjung Korea I Trump Sebut Presiden Russia akan Bantu Negosiasi dengan Korut

Russia Minta Perlunak Sanksi Korut

Foto : AFP/KCNA VIA KNS

Inspeksi Pabrik l Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, sedang memberikan pengarahan saat melakukan inspeksi ke sebuah pabrik permesinan di kompleks pengolahan batu bara Ranam, Provinsi Hamgyong Utara, pada Selasa (17/7) lalu. Saat ini Korut mengalami krisis ekonomi akibat sanksi ekspor energi yang diterapkan PBB sejak 2006.

A   A   A   Pengaturan Font

Russia meminta agar sanksi PBB terhadap Korut diperlunak karena alasan telah terjadi perubahan yang positif di Semenanjung Korea. Sementara AS menyatakan sanksi terhadap Pyongyang masih akan tetap diberlakukan.

MOSKWA - Utusan Russia untuk Korea Utara (Korut) pada Rabu (18/7) menyatakan bahwa sudah saatnya Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memperlunak sanksi terhadap Korut. Hal itu disampaikan pihak Moskwa setelah Amerika Serikat (AS) mendesak agar ekspor bahan bakar minyak ke Pyongyang dihentikan.

"Perubahan yang positif terhadap Semenanjung Korea saat ini dimungkinkan," kata Duta Besar Russia di Pyongyang, Alexander Matsegora, seperti dikutip dari kantor berita RIA. "Russia telah siap membantu modernisasi sistem energi di Korut jika sanksi dicabut dan jika Pyongyang bisa mendapatkan pendanaan bagi langkah modernisasi," imbuh Dubes Matsegora.

Dewan Keamanan PBB telah memberikan sanksi pada Korut sejak 2006. Sanksi ini diberikan dengan harapan bisa menghentikan pendanaan bagi program persenjataan nuklir dan misil balistik. Sanksi itu melarang ekspor atas produk batu bara, logam, tekstil dan produk makanan olahan laut, serta menghalangi impor minyak mentah dan produk bahan bakar minyak.

Bulan lalu, Tiongkok menyampaikan seruan itu pada Dewan Keamanan PBB seiring dengan terjadinya pertemuan tingkat tinggi antara Presiden AS, Donald Trump, dan pemimpin Korut, Kim Jong-un, di Singapura, pada 12 Juni. Dalam pertemuan tingkat tinggi Singapura, Trump dan Kim sepakat untuk melakukan denuklirisasi di Semenanjung Korea.

Namun pada 28 Juni lalu, AS menolak seruan dari Tiongkok karena masih sedang terjadi perundingan yang amat sensitif antara delegasi AS-Korut. Pada saat bersamaan, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, menyatakan pada Menlu Tiongkok, Wang Yi, bahwa masih perlunya penekanan melalui sanksi.

Seruan dari Dubes Russia dilontarkan karena Menlu Pompeo akan melakukan perundingan dengan utusan dari Dewan Keamanan PBB bersama delegasi dari Jepang dan Korea Selatan (Korsel) pada Jumat (20/7) ini.

Sementara itu Presiden Trump lewat cuitan di media sosial Twitter pada Rabu mengatakan bahwa Presiden Russia, Vladimir Putin, akan membantu proses negosiasi dengan Korut. "Tak perlu terburu-buru. Sanksi akan tetap diberlakukan," cuit Presiden AS itu.

Pekan lalu AS menuding Korut telah melanggar sanksi PBB dengan menjual secara ilegal minyak di laut lepas dan Washington DC meminta agar semua transaksi ilegal itu dihentikan. Pada Kamis (19/7) kemarin, AS telah mengajukan keluhannya pada komite sanksi Korut di Dewan Keamanan PBB dan meminta semua negara anggota PBB agar menghentikan transaksi gelap minyak dengan Pyongyang.

Panggil Dubes

Pada bagian lain dilaporkan bahwa Kim Jong-un secara mendadak pada rabu malam telah memanggil seluruh dubes dan pejabat misi diplomatik negeri itu ke Pyongyang. Kantor berita Yonhap melaporkan, pertemuan para dubes tersebut digelar untuk membahas kebijakan baru menjelang ulang tahun ke-70 pada 9 September mendatang.

Menurut Yonhap, Kementerian Unifikasi Korsel belum dapat memastikan informasi terkait, namun akan mengamati dengan seksama perkembangan di Korut.

AFP/Asahi/CNN/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top