Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Bank Sentral | Tahun Ini, Inflasi Diproyeksikan Berada di Kisaran 6-7 Persen

Ruang Pengetatan Moneter Terbuka

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih memiliki ruang untuk menaikkan kembali suku bunga acuan tahun ini. Bahkan, bank sentral dapat lebih agresif lagi memperketat kebijakan moneternya melalui instrumen kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7DRR) tahun ini seiring potensi inflasi tinggi di dalam negeri.

Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas, Leo Putera Rinaldy, memperkirakan suku bunga acuan BI 7DRR akan dinaikkan 50 basis poin (bps) menjadi 6,00 persen pada kuartal I-2023. "Kita ekspektasikan BI 7 Day Reverse Repo Rate akan di posisi 6 persen. Ada kenaikan lagi 50 basis poin (bps) yang di-front load pada kuartal I 2023," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (10/1).

BI diperkirakan mempertahankan suku bunga acuan sebesar 6 persen sampai akhir 2023, lalu mulai menurun kembali pada 2024. Perkiraan ini diukur dari inflasi yang diperkirakan telah mengalami penurunan menjadi sebesar 3,8 persen secara tahunan dari sebesar 5,5 persen pada 2023.

Di samping itu, Leo memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 4,9 persen secara tahunan pada 2023 yang ditopang oleh pertumbuhan konsumsi masyarakat sebesar 5,28 persen. Konsumsi masyarakat diperkirakan tumbuh karena inflasi yang menurun menjadi 3,8 persen pada 2023.

Sementara itu, current account (neraca transaksi berjalan) diperkirakan akan kembali mengalami defisit sebesar 0,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Imbal hasil obligasi nasional diperkirakan akan mencapai 6,9 persen atau masih lebih tinggi dari imbal hasil obligasi Amerika Serikat yang menurun menjadi sebesar 3,4 persen dari 3,8 persen di 2022.

Leo mengapresiasi langkah Bank Indonesia yang memberikan insentif Giro Wajib Minimum (GWM) untuk mendorong penyaluran kredit perbankan kepada sektor-sektor prioritas di tengah peningkatan suku bunga acuan BI.

Seperti diketahui, BI menaikkan suku bunga acuan sebanyak lima kali dengan total besaran 200 basis poin (bps) sepanjang 2022 menjadi 5,5 persen dari 3,5 persen. Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan, naiknya suku bunga ini adalah sebagai antisipasi secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi.

BI 7DRR bertahan di posisi 3,5 persen sejak 18 periode Maret 2021 sebelum akhirnya dinaikkan sebesar 25 bps pada 23 Agustus 2022. Kemudian, secara berurutan BI kembali mengerek bunga acuan sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen pada 22 September 2022, lalu 50 bps pada Oktober 2022, terus 50 bps pada November 2022, dan 25 bps pada Desember 2022.

Agresivitas tersebut untuk mengendalikan inflasi pada 2022 yang memanas. Badan Pusat Statistik melaporkan inflasi nasional pada 2022 mencapai 5,51 persen, di atas target pemerintah dan BI di kisaran 2-4 persen.

Inflasi Tinggi

Tahun ini, inflasi diproyeksikan lebih tinggi dibandingkan capaian pada 2022 sehingga peluang BI menaikkan bunga acuan secara agresif masih terbuka. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan inflasi pada 2023 akan berada di kisaran 6-7 persen, di atas target pemerintah dalam APBN 2023, yaitu 3,6 persen.

"Saya melihat inflasi tahun depan bisa di bawah 7 persen, tetapi masih 6 persen, karena kemandirian pangan akan tumbuh dari masyarakat secara grassroot dan yang kedua secara konglomerasi sekarang sudah mulai main di pangan," ucap Ekonom Senior Indef Aviliani, beberapa waktu lalu.

n mad/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top