Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Risiko Kematian Kanker Payudara Tinggi, Indonesia Masih Darurat Mammogram

Foto : Washington University School of Medicine in St. Lo

Ilustrasi mamografi.

A   A   A   Pengaturan Font

Indonesia darurat alat mamografi di tengah tingginya kasus kanker payudara di tanah air. Melansir informasi yang disiarkan Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak dideteksi dan menjadi salah satu penyumbang kematian tertinggi akibat kanker di Indonesia.

Mengutip data Globocan tahun 2020, Kemenkes menuturkan jumlah kasus baru kanker payudara mencapai 68.858 kasus atau setara 16,6 persen dari total 396.914 kasus baru kanker di Indonesia dan menyebabkan 22 ribu jiwa meninggal dunia.

Mamografi atau mammogram sendiri merupakan tes pemindaian untuk melihat gambaran kelenjar payudara dan jaringan disekitarnya. Sayangnya, ketersediaan alat mammogram di Indonesia masih sedikit apabila dibandingkan dengan negara tetangga, Australia dan Thailand. Kemenkes menuturkan hanya 200 dari 3 ribu rumah sakit di Indonesia yang memiliki mammogram. Adapun Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, hanya di bawah 100 kabupaten/kota yang memiliki mammogram.

Padahal, mammogram sangat penting untuk mendeteksi berbagai bentuk kelainan pada payudara, antara lain kanker payudara, kista payudara tumor jinak, dan penumpukan kalsium atau kalsifikasi di jaringan payudara. Faktanya, diperkirakan 70 persen hingga 90 persen kasus subtipe karsinoma duktal in situ (DCIS) terdeteksi sebagai kalsifikasi abnormal selama proses Mamografi, yang mampu mendeteksi kanker payudara hingga 3 tahun sebelum Anda dapat merasakannya di jaringan payudara.

Plt Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Elvida Sariwati, pada Februari silam, menyebut sebanyak 70 persen kasus kanker payudara baru dideteksi ketika sudah memasuki stadium lanjut. Padahal menurutnya, sekitar 43 persen kematian akibat kanker bisa dikalahkan apabila pasien rutin melakukan deteksi dini dan menghindari faktor risiko penyebab kanker.

''70% dideteksi sudah di tahap lanjut, kalau kita bisa mendeteksi di tahap awal mungkin kematiannya bisa kita tanggulangi,'' kata Elvida ketika menghadiri acara Temu Media Hari Kanker Sedunia.

Atas dasar itu Kemenkes sendiri tengah berbenah dengan memenuhi kebutuhan mammogram di semua kabupaten dan kota di Indonesia sebagai bentuk implementasi dari transformasi kesehatan bidang Layanan Primer. Dikatakan Menkes Budi, pemerintah sudah berkomitmen untuk melengkapi seluruh rumah sakit provinsi di Indonesia akan dilengkapi dengan alat mammogram pada 2024.

''Saya pastikan 2024 sudah punya mammogram di 514 kabupaten/kota. Yang paling penting adalah hidup sehat jangan terkena kanker,'' tegas Menkes Budi di acara Pink Walk Skrining Payudara pada bulan lalu.

Selain pemeriksaan payudara secara klinis, kanker payudara juga bisa dideteksi sedini mungkin melalui pemeriksaan sendiri. Mengutip laman resmi American Cancer Society, kanker payudara tahap awal utamanya dicirikan dengan adanya benjolan di payudara, yang bisa berupa massa berbentuk bulat, lunak, dan terasa menyakitkan saat disentuh. Selain itu perubahan lain terletak pada tekstur kulit sekitar payudara yang nampak bersisik atau sangat kering di sekitar puting, dan berubah warna menjadi merah, ungu mirip memar, atau kebiruan. Tak hanya itu, kanker payudara dapat menyebabkan perubahan sel di belakang puting susu yang menyebabkan puting susu terbalik ke bagian dalam payudara atau mengalami perubahan bentuk dan ukuran.


Redaktur : Fandi
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top