Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perikanan Tangkap I Sepanjang 2020, Sebanyak 24 Pelaku “Destructive Fishing” Ditangkap

RI Rawan "Destructive Fishing"

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan tindakan destructive fishing merupakan praktik yang masih marak terjadi di sejumlah daerah. Terakhir, KKP menindak tegas kegiatan penangkapan ikan dengan cara merusak ekosistem di Flores Timur (Flotim), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, Tb Haeru Rahayu, mengakui pemberantasan destructive fishing memang tak mudah. Terlebih lagi, aktivitas tersebut dilakukan secara terorganisir mulai dari penyuplai bahan baku untuk merakit bom ikan hingga penampung hasil tangkapan.

"Memang ini butuh pendekatan yang komprehensif, tentu harus melibatkan berbagai pihak terkait. Harus juga menggunakan pendekatan pencegahan agar tren kegiatan destructive fishing ini turun," ungkap di Jakarta, Kamis (2/4).

Kendati cukup sulit, Haeru menegaskan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan KKP telah merampungkan berkas penyidikan tindak pidana destructive fishing di Flotim. Kasus tersebut berawal dari hasil operasi TNI AL yang melakukan penangkapan terhadap pelaku pengeboman ikan pada 6 Desember 2019 di perairan Flotim.

Tersangka ND diduga melakukan kegiatan penangkapan ikan menggunakan bom ikan di wilayah perairan Flotim. Tindakan itu melanggar ketentuan Pasal 84 Ayat 2 (jo) Pasal 8 Ayat (2), Pasal 85 jo Pasal 9 Undang- Undang RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009.

"Ketentuan pidana terhadap kegiatan perikanan yang merusak ini sangat jelas dan tegas karena memang dampak kerusakan yang diakibatkan oleh praktik pengeboman ini bukan hanya pada sumber daya ikan saja, tetapi juga lingkungan dan habitat perairan laut," jelas Haeru.

Haeru menegaskan KKP memiliki standing point jelas terkait upaya pemberantasan destructive fishing ini. "Arahan Pak Menteri juga sangat jelas bahwa tidak ada toleransi untuk kegiatan penangkapan ikan dengan cara yang merusak atau destructive fishing ini," tegas dia.

Marak di Daerah

Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Matheus Eko Rudianto, mengakui selama ini destructive fishing masih menjadi pekerjaan rumah bagi KKP. Bahkan, dia mengungkapkan kasus ini masih marak terjadi di daerah.

Pada 2020, KKP telah menggelar operasi di empat lokasi dengan tingkat kerawanan tinggi selama ini, yaitu di Kapoposang-Sulawesi Selatan, Flores Timur-NTT, Halmahera Selatan- Maluku Utara, dan Konawe-Sulawesi Tenggara. "Dari keempat lokasi tersebut, sebanyak 24 pelaku destructive fishing berhasil diamankan," ungkap Eko.

Pada 2019, sebanyak 952 kapal perikanan diperiksa dan 33 pelaku destructive fishing berhasil ditangkap dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, NTT, dan Kalimantan Selatan.

Eko menjelaskan untuk menindak destructive fishing KKP telah menerbitkan sejumlah regulasi. Selain itu, lanjutnya, KKP bekerja sama dengan pemerintah daerah, Polair dan TNI AL melakukan patroli dan pengawasan secara intensif terhadap kegiatan penangkapan ikan yang merusak. n ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top