RI Jajaki Kerja Sama Tanggul Laut dengan Tiongkok
Foto: istimewaJAKARTA - Pemerintah Indonesia menjajaki kerja sama pemecah gelombang dan tanggul laut dengan Nanjing Hydraulic Research Institute (NHRI) Tiongkok. Model fisik tanggul laut (sea dikes) penting dibuat dengan memanfaatkan laboratorium Sumber Daya Air di Bandung dan laboratorium Pantai di Bali Utara.
"Hal ini merupakan transfer pengetahuan dari Tiongkok ke Indonesia. Adapun rencana pembiayaan akan menggunakan skema loan," ujar Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis (26/9).
Dalam kunjungan kerja ke Tiongkok, Menteri Basuki melakukan pertemuan dengan NHRI untuk menjajaki peluang kerja sama pembangunan pemecah gelombang (breakwaters) dan berbagai macam struktur tanggul laut (sea dikes) yang mungkin dapat diterapkan di Indonesia.
Atas pertemuan teknis ini, Presiden NHRI Dai Liqun mengucapkan terima kasih upaya menjalin kerja sama antara Kementerian PUPR dan NHRI. "Segera kami tindaklanjuti," kata Dai Liqun.
Pertemuan akan ditindaklanjuti dengan rencana kunjungan tim NHRI ke Indonesia dalam waktu dekat. NHRI akan mereview data dan kajian desain dasar yang sudah tersedia yang disusun oleh tim ahli Korea Selatan, Belanda dan tim Kementerian PUPR.
Pemecah gelombang tradisional biasanya terbuat dari batu pecah yang dihasilkan dari peledakan gunung, memerlukan waktu lama untuk dibangun dan rentan terhadap kerusakan akibat badai. NHRI mengembangkan inovasi baru berupa pemecah gelombang berbentuk caisson, desain atas menyerupai angka delapan dan bagian bawah elips, yang akan ditanam dalam tanah cukup dalam.
Inovasi ini sudah diterapkan di Provinsi Jiangsu, Tiongkok, sepanjang 27 km. Inovasi baru ini lebih berat dan tahan terhadap gelombang, memungkinkan waktu konstruksi tiga kali lebih cepat dan penghematan biaya hingga 30 persen. Selain untuk pemecah gelombang, struktur ini juga dapat digunakan untuk revetment sungai dan sedang dikembangkan untuk kincir angin.
Ancaman Tenggelam
Sementara itu Perekayasa Ahli Utama Kementerian PUPR Arie Setiadi mengatakan Pantai Utara Jawa menghadapi ancaman tenggelamnya area pesisir dengan laju penurunan tanah 15-16 cm per tahun dan masalah tanah lunak yang signifikan.
"Saat ini echosounding dilakukan untuk mengumpulkan data bathimetri dan investigasi tanah dalam perancangan sea dikes sepanjang 22 km dari Bekasi ke Tangerang. Proyek ini dirancang secara terintegrasi dengan tanggul laut yang berfungsi ganda sebagai jalan raya untuk mengurangi kemacetan di Jakarta, dan sebagai bendungan estuari untuk menjadi tampungan air tawar. Namun demikian, perlu perbaikan sanitasi masyarakat terlebih dahulu, karena ada 13 sungai yang bermuara di area tersebut, agar tanggul tidak menjadi septic tank," ujar Arie pula.
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Antara
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
- 4 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 5 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik