RI Harus Lebih Diversifikasi Pasar Ekspor dan Impor
Foto: Sumber: China NBS - afp» Kebergantungan pada impor bahan baku dari Tiongkok tidak bagus sehingga substitusi impor perlu dipercepat agar lebih efisien.
» Pertumbuhan PDB AS yang lebih tinggi dari perkiraan cenderung meningkatkan risiko kebijakan suku bunga "higher for longer"
JAKARTA - Pemerintah diminta terus memperluas hubungan dagang dengan banyak negara, bukan hanya bergantung pada negara-negara tertentu seperti Tiongkok dan Amerika Serikat (AS). Pentingnya memperluas mitra dagang tersebut agar Indonesia tidak mudah tertular dampak dari kondisi perekonomian di negara mitra tersebut.
Pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Imron Mawardi, di Surabaya, Senin (29/1), mengatakan Tiongkok memiliki hubungan dagang yang luas termasuk dengan negara-negara berkembang seperti Indonesia sehingga perlambatan yang terjadi di negara mitra akan memberi dampak.
"Salah satu sumber penularan risiko adalah hubungan perdagangan, sehingga jika sampai terjadi penurunan ekspor ke sana bisa menimbulkan tekanan ke Indonesia. Ini terjadi karena ekspor komoditas kita seperti batu bara, baja, kertas cukup besar ke Tiongkok," kata Imron.
Selain itu, yang perlu diwaspadai adalah potensi perlambatan karena proteksionisme dagang yang dapat meningkatkan risiko bagi Indonesia karena Tiongkok tentu akan mengalihkan ekspornya yang terhambat ke negara-negara berkembang. Dengan demikian, banjir produk Tiongkok pada akhirnya akan menekan devisa.
Diminta pada kesempatan terpisah, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, YB Suhartoko, mengatakan Tiongkok dan AS merupakan negara-negara mitra dagang terbesar bagi Indonesia.
Perlambatan ekonomi Tiongkok dan juga AS pastinya akan berdampak pada perekonomian Indonesia terutama untuk industri manufaktur tertentu, seperti kosmetik, kimia, dan obat obatan karena banyak menggunakan input dari sana.
"Diperkirakan penurunan 1 persen ekonomi Tiongkok akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 0,39 persen," papar Suhartoko.
Oleh sebab itu, Indonesia tidak boleh tergantung pada satu negara saja. Diversifikasi tujuan ekspor dan asal impor harus diperluas.
Dalam jangka pendek mungkin agak sulit, namun dalam jangka panjang perlu direncanakan melalui program-program strategis pemerintah untuk kemandirian dan stabilitas perekonomian.
Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah mengakselerasi substitusi impor. Kebergantungan impor pada produk-produk dan bahan baku dari Tiongkok juga tidak bagus. "Substitusi barang impor perlu dipercepat agar lebih efisien," kata Suhartoko.
Lebih Baik
Ekonom senior, Chatib Basri, di sela-sela IIF's Anniversary Dialogue di Jakarta, Senin (29/1), memprediksi ekonomi AS dan Tiongkok pada tahun ini tidak akan mengalami resesi, namun perekonomian Tiongkok diperkirakan bakal melambat.
"Di Tiongkok akan ada perlambatan, tapi tidak resesi. Kalau resesi itu tumbuh negatif, Tiongkok tidak akan tumbuh negatif, tapi mungkin bisa tumbuh 4,5 persen," kata Chatib.
Sementara itu, Kepala Ekonom Tiongkok di JP Morgan, Zhu Haibin, menilai data ekonomi Tiongkok secara keseluruhan lebih baik dari perkiraan untuk sebagian besar bulan sejak Agustus.
Dia berpendapat konsumsi akan terus menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi negara itu pada 2024 dan tingkat tabungan rumah tangga diperkirakan akan turun ke level praCovid-19, yang akan menambah 1 poin persentase pada pertumbuhan konsumsi riil.
Menurut Biro Statistik Nasional (NBS) Tiongkok, Produk Domestik Bruto (PDB) Tiongkok tumbuh 5,2 persen secara tahunan (year on year) ke level tertinggi baru yaitu 126,06 triliun yuan atau sekitar 277,8 kuadriliun rupiah pada tahun lalu.
Tingkat pertumbuhan itu lebih tinggi dari target tahunan pemerintah, yaitu sekitar 5 persen, dan melampaui kenaikan sebesar 3 persen pada 2022.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, berpendapat pertumbuhan PDB AS pada kuartal IV-2023 turun menjadi 3,3 persen dari 4,9 persen pada kuartal sebelumnya, namun lebih tinggi dari ekspektasi sebesar 2 persen.
Pendorong utama pertumbuhan PDB yang solid di AS adalah sektor jasa, yang tumbuh sebesar 2,4 persen secara kuartalan dari 2,2 persen pada periode sebelumnya. Secara keseluruhan, PDB AS tumbuh sebesar 2,5 persen pada tahun 2023 dari 1,9 persen pada tahun 2022. Pertumbuhan PDB AS yang lebih tinggi dari perkiraan cenderung meningkatkan risiko kebijakan suku bunga "higher for longer".
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Ini Solusi Ampuh untuk Atasi Kulit Gatal Eksim yang Sering Kambuh
- 2 Kenakan Tarif Impor untuk Menutup Defisit Anggaran
- 3 Penyakit Kulit Kambuh Terus? Mungkin Delapan Makanan Ini Penyebabnya
- 4 Perkuat Implementasi ESG, Bank BJB Dorong Pertumbuhan Bisnis Berkelanjutan
- 5 Jangan Masukkan Mi Instan dalam Program Makan Siang Gratis
Berita Terkini
- Waspadai Inflasi Pangan pada Akhir Tahun
- Duh, Ojol Dicoret dari Penerima Subsidi BBM, Pemerintah Diingatkan Kemiskinan Baru Bisa Bertambah
- Perdana, Kontrak “New Gross Split” Diteken
- Jangan Ada Kecurangan, Ketua Tim Pram-Rano Meminta KPU Transparan Tetapkan Hasil Pilkada
- Kabar Gembira yang Keren, LRT Jabodebek Hadirkan Layanan Ramah Disabilitas di Seluruh Stasiun