Selasa, 18 Mar 2025, 03:06 WIB

Revisi UU Sisdiknas Jangan Terpengaruh oleh Dinamika Politik, Kebijakan Jangan Terjebak Tren Sesaat

Foto: Istimewa

JAKARTA - Pakar Kebijakan Pendidikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Agustina Kustulasari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang rencananya direvisi jangan mudah terpengaruh oleh dinamika politik. Menurutnya, hal tersebut kerap terjadi saat pergantian kepemimpinan terjadi di negeri ini.

1742225715_a9b221b96ad845818891.jpg

“Meskipun ada perubahan kepemimpinan, kebijakan tetap bisa dijalankan dengan baik di samping harus tetap mengantisipasi bagaimana RUU ini nanti diterjemahkan ketika ada perubahan,” ujar Agustina, dalam keterangan resminya, Senin (17/3).

Dia menilai UU yang baru harus mempertimbangkan capaian yang sudah ada dan membangun strategi yang lebih berbasis riset daripada berjibaku mengkritik kekurangan yang ada. Menurutnya, UU Sisdiknas yang baru nanti jangan sampai mengabaikan apa yang sudah dicapai, tetapi justru menjadikan capaian tersebut sebagai pembelajaran.

Agustina mengingatkan agar para pembuat kebijakan tidak terjebak dalam tren sesaat tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. Baginya, sebuah UU harus merespons kebutuhan fundamental, bukan sekadar isu yang sedang viral.

“Penting untuk tetap kritis terhadap berbagai indikator global seperti hasil PISA karena meskipun memiliki nilai informasi, data tersebut bukan satu-satunya indikator kualitas pendidikan kita,” jelasnya.

Pelibatan Masyarakat

Agustina mengatakan perumusan kebijakan pendidikan yang ideal harus menggunakan pendekatan demokratis dan teknokratis. Pendekatan demokratis mengutamakan suara masyarakat, sementara pendekatan teknokratis bergantung pada keahlian pakar.

Dia juga menyatakan partisipasi publik dalam perumusan kebijakan dapat terpenuhi jika DPR mendengarkan dan memahami kebutuhan masyarakat, terutama melalui konsultasi langsung dengan konstituen. Bahkan anggota DPR dapat menyesuaikan dengan kondisi di lapangan, seperti dalam hal upaya pemerataan akses pendidikan, terutama bagi daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).

“DPR berperan sebagai representasi masyarakat demi keterwakilan publik sehingga pertanyaan yang lebih krusial adalah sejauh mana anggota DPR yang terlibat benar-benar mewakili suara konstituen mereka,” katanya. ruf/S-2

Redaktur: Sriyono

Penulis: Muhamad Ma'rup

Tag Terkait:

Bagikan: