Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Lucy

Rekonstruksi Wajah "Dinkinesh" untuk Hindari  Bias Rasial

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Sebelum dilakukan permodelan digital untuk membuat ulang 36 otot di masing-masing kaki hominid AL 288-1 atauDinkineshyang populer dengan nama Lucy, juga telah dilakukan sebuah rekonstruksi wajah. Bersama dengan Anak Taung (The Taung ChildatauTaung Baby), permodelan ini untuk mencari rupa wajah dari keduanya.

Anak Taung adalah fosil tengkorakAustralopithecus africanus(A africanus) muda yang meninggal pada usia 3 tahun. Fosil tersebut ditemukan pada 1924 oleh penambang yang bekerja untuk Northern Lime Company di Taung, Afrika Selatan. Anatomis dan antropologis Raymond Dart menggambarkannya sebagai spesies baru dalam jurnalNaturepada 1925.

Rekonstruksi wajah baru dari dua manusia purba, yang dikenal sebagai Lucy dan Anak Taung, menunjukkan bagaimana rupa kedua individu ini ketika mereka tinggal di Afrika jutaan tahun yang lalu. Tidak seperti rekonstruksi di masa lalu, yang mungkin mengandalkan gagasan buram, sewenang-wenang, atau bahkan rasis untuk merekonstruksi wajah kerabat kuno, penulis rekonstruksi baru memaparkan prosesnya secara transparan.

"Para peneliti menggunakan gips silikon berpigmen, dengan warna kulit Lucy mirip dengan bonobo (Pan paniscus), sedangkan fitur Anak Taung lebih mirip dengan manusia modern asli Afrika Selatan," tulis para peneliti dalam sebuah laporan yang dipublikasikan dalam sebuahblogpada Maret 2021.

Mereka menyatakan rekonstruksi manusia purba cukup rumit. Rekonstruksi lain dari Lucy, Anak Taung, dan manusia purba lainnya dibuat oleh seniman yang membuat asumsi yang tidak dapat diuji dengan sains saat ini, termasuk apakah spesies purba ini lebih mirip kera atau manusia modern.

Kerumitan lain adalah bagaimana jaringan lunaknya, termasuk ototnya dan ketebalan kulit mereka, muncul. Rekonstruksi ini sering ditemukan di museum sejarah alam dan dimaksudkan untuk mendidik masyarakat tentang evolusi manusia.

Jadi, apa yang harus dilakukan? Pertama, seniman, ilmuwan, dan museum mungkin ingin mengakui bahwa rekonstruksi saat ini lebih merupakan seni daripada sains. "Metode untuk mencapai rekonstruksi yang dibenarkan secara ilmiah masih belum cukup dalam genggaman kami, meskipun banyak seniman dan institusi siap beriklan," tulisnya peneliti pendamping Gabriel Vinas, seorang seniman pahatan di Arizona State University.

Masalah lainnya adalah bahwa beberapa rekonstruksi, termasuk yang 2D, dan tampilannya bersifat rasis atau tidak akurat. Oleh karena itu dalam merekonstruksi wajah Lucy dan Anak Taung, para peneliti mencoba yang terbaik untuk menjauh dari intuisi, dan sebaliknya secara ilmiah akurat dan transparan dalam metode mereka. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top