
Regulasi Antikekerasan Pondok Pesantren
pesantren
Foto: istJAKARTA – Kekerasan yang sering terjadi di pondok pesantren terus ditekan oleh Kementerian Agama. Maka, kemenag lalu menerbitkan regulasi antikekerasan terhadap anak di pondok pesantren, yang tertuang dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 91 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Program Pengembangan Pesantren Ramah Anak.
Peraturan terbaru ini menjadi respons atas kasus-kasus penyerangan seksual terhadap anak didik yang terjadi di pesantren.
"Peta jalan ini harus menjadi panduan bagi pesantren agar memiliki sensitivitas terhadap anak serta memberikan pelindungan maksimal," ujar Direktur Pesantren Kemenag Basnang Said di Jakarta, Senin.
Pesantren adalah lembaga pendidikan yang kental dengan nuansa agama, moral, dan karakter. Namun, bukan berarti tidak ada kasus-kasus yang menodai lembaga ini.
Berdasarkan catatan yang dikumpulkan Kemenag, selama Januari-Agustus 2024 sudah 101 anak menjadi korban kekerasan seksual di pondok pesantren.
Menurut catatan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), sebanyak 69 persen korbannya adalah anak laki-laki dan 31 persen anak perempuan.
Tingginya angka tersebut, memunculkan dorongan publik agar Kemenag membuat upaya yang jelas demi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan di lingkup Kementerian Agama, khususnya pondok pesantren.
"Oleh karena itu, ada Keputusan Menteri Agama yang ditandatangani Menteri Agama Nasaruddin Umar pada 30 Januari 2025. Kemudian peta jalannya telah selesai hari ini," kata dia.
Ia menjelaskan regulasi ini antara lain mengatur batas kompetensi ustadz dan ustadzah di pesantren, baik pada aspek kepribadian, sosial, pedagogik, maupun profesional.
Selain menguasai ilmu yang diajarkan, pengajar harus memiliki kapasitas menyajikan teknik pengajaran ramah anak.
Persyaratan kompetensi ini akan dipadu dengan sistem deteksi masalah melalui Bimbingan dan Konseling (BK). Dalam mekanisme ini, BK adalah bagian integral dari peran pendidik.
Menurut Basnang, semua guru di pesantren harus dapat membantu santri dalam menghadapi tantangan pribadi, akademik, maupun sosial, serta memberikan dukungan emosional yang diperlukan.
"Untuk itu mereka harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, interaktif, dan inklusif, di mana santri merasa nyaman untuk belajar, bertanya, dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran," kata dia.
Berita Trending
- 1 Klasemen Liga 1 Setelah Laga-laga Terakhir Putaran ke-23
- 2 Dirut BPJS: Syarat Kepesertaan JKN Bukan untuk Mempersulit Jemaah Haji
- 3 Pendaftaran SNBP Jangan Dilakukan Sekolah
- 4 Elon Musk Luncurkan Grok 3, Chatbot AI yang Diklaim 'Sangat Pintar'
- 5 Danantara Harus Bisa Membiayai Percepatan Pensiun Dini PLTU