Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sumber Energi I Kurangi Krisis Klimaks Bantar Gebang

RDF Lebih Ekonomis dan Ramah Lingkungan

Foto : ANTARA/Arif Prada

Seorang warga sedang menukarkan limbah minyak bekas di Bank Sampah Gunung Emas Cakung, Jakarta Timur, Senin (7/8/2023).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA -Carapengolahan sampah menjadi bahan bakar (Refuse Derived Fuel/RDF) merupakan upaya yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomis. "Penjabat Gubernur memunculkan era baru pengelolaan sampahJakarta, dengan menjadikan bahan bakar alternatif atau RDF, bernilai ekonomis sekaligus ramah lingkungan," kata Ketua Koalisi Persampahan, Bagong Suyoto, saat dikonfirmasi di Jakarta, akhir pekan lalu.

Teknologi itu untuk menghadapi situasi krisis klimaks pengolahan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Bagong menyebutkan, langkah Pj Gubernur HeruBudi Hartonomembangun RDF dengan skala besar, berkapasitas 2.000 ton per hari perlu mendapat dukungan publik.

Sistem pengolahan sampah yang sebelumnya, IntermediateTreatmentFacility (ITF), menurut Bagong, dampak pencemarannya terlalu berisiko. Bagong menjelaskan, setiap hari sebanyak 7.500-7.800 ton sampah DKI Jakarta dikirim ke TPST Bantargebang, Kota Bekasi. Ketika musim banjir ada tambahan sampah menjadi sekitar 12.000 ton per hari.

Sekarang, kata Bagong, hampir semua zona sudah kelebihan muatan (overload) dan gunung-gunung sampah bertambah tinggi. Proyek RDF yang menelan anggaran sekitar 1,07 triliun itu diyakini akan mengolah sampah 2.000 ton per hari. Ini terdiri sampah baru 1.000 ton per hari dan sampah lama 1.000 ton per hari.

"Berarti beban TPST Bantargebang terkurangi. Nah, sebagai upaya meniadakan tipping fee, juga dibilang RDF ini mengolah sampah menjadi energi biomassa yang digunakan sebagai energi baru terbarukan atau EBT," ujar Bagong.

"Tipping Fee"

Tipping fee merupakan biaya yang dibebankan kepada pemerintah daerah untuk mengumpulkan sampah dari rumah ke tempat pengolahan. Sebagai informasi, RDF mencakup rentang yang luas mengenai material sampah yang diproses melengkapi panduan, regulasi atau spesifikasi industri terutama memanfaatkan nilai kalori tinggi.

RDF meliputi residu dari daur ulang pengelolaan sampah, industri atau perdagangan sampah, lumpur buangan, limbah industri berbahaya, sampah biomassa dan sebagainya. Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengatakan RDF paling cocok untuk mengolah sampah di Jakarta karena biayanya jauh lebih murah.

"Biaya operasional murah, kemudian juga pembangunan lebih cepat. Lalu, hasilnya pun bisa kami jual ke pabrik semen," ujar Asep. Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Ida Mahmudah juga menilai pembangunan RDF terbilang rasional untuk mengatasi persoalan sampah di Ibu Kota. "Saya menegaskan penanganan sampah melalui RDF menjadi pilihan terbaik dan paling rasional saat ini," kata Ida kepada wartawan di Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta tak mau mengucurkan dana tiga triliun rupiah tiap tahun bila proyek pemusnahan sampah atau intermediatetreatment facility (ITF) Sunter dilanjutkan. "Saya tidak mau menghabiskan dana tiga triliun tiap tahun untuk membiayai ITF," ujar Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, Kamis (10/8).

"Kalau dihitung-hitung masaiya setahun Pemprov DKI harus mengeluarkan tiga triliun," kata Heru. Biaya operasional yang dinilai terlalu besar itu membuat Heru memutuskan untuk menghentikan proyek tersebut.

Dia mengaku tidak anti-ITF, asalkan sifatnya kerja sama bisnis (business to business/B to B). Selain itu, dengan catatan tidak ada bebantipping fee bagi Pemprov DKI. "Kita tidak punya uang buat biaya seperti itu," ucapHeru.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Aloysius Widiyatmaka

Komentar

Komentar
()

Top