Rantai Pasok Pangan Harus Dipangkas
Foto: Sumber: Global Food Security Index 2020 –Litbang KJAKARTA - Indonesia harus belajar banyak pada Finlandia agar bisa berdaulat pangan. Negara tersebut menempati peringkat pertama atau terbaik dalam indeks keamanan pangan global atau Global Food Security Indeks 2020. Sementara itu, Indonesia berada di posisi ke-65, di Asia Tenggara, hanya unggul dari Myanmar, Filipina, dan Laos.
Direktur Program Indef, Esther Sri Astuti, dalam diskusi bertajuk Pertanian Bantalan Resesi, yang berlangsung di Jakarta, Senin (20/9), mengatakan hal yang perlu dicontoh dari Finlandia adalah pemerintah mengatur rantai pasok pangan lebih pendek. Selain itu, kepercayaan antarpelaku yang terlibat dalam rantai pasok sangat kuat karena regulator mengerti kebutuhan masyarakat.
Misi utama negara tersebut ialah memosisikan negara itu sebagai aktor kunci dalam transisi menuju sistem pangan global yang sehat dan berkelanjutan. Itu mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Esther meminta agar pemerintah memperbaiki kebijakannya di sektor pertanian dengan membuat produsen pangan lebih nyaman dan bergairah untuk berproduksi.
"Ciptakan lingkungan yang kondusif, supaya para aktor yang terlibat di pangan ini bisa hidup, misalnya petani mereka butuh infrastruktur harus dibangun, begitu juga dengan pasar, pemerintah harus jamin," tegas Esther.
Menambah Beban
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bustanul Arifin, mengatakan pemerintah harus lebih serius menyikapi fenomena ruralisasi atau arus perpindahan penduduk dari kota ke desa akibat pandemi Covid-19.
Data Kementerian Pertanian (Kementan) sekitar 3-4 juta petani baru yang muncul selama pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir. Apabila tidak ada intervensi serius maka jumlah penduduk di desa yang meningkat dengan produktivitas yang tetap hanya menambah beban ekonomi desa.
Padahal sebagai basis sektor pertanian, semestinya desa berperan sebagai penyanggah perkotaan. Pandemi, jelasnya, telah meningkatkan angka kemiskinan menjadi 27,55 juta jiwa dan sekitar 12,04 juta jiwa di antaranya tinggal di desa. Rata-rata mereka bekerja sebagai petani dan buruh tani.
"Dugaan saya produktivitas tenaga kerja di perdesaan menurun karena pekerja bertambah sementara lahan tetap bahkan berkurang," kata Bustanul.
Pemerintah, terang Bustanul, harus mengambil langkah cepat agar membengkaknya jumlah petani berbanding lurus dengan peningkatan produktivitas sektor pertanian, sehingga mampu jadi bantalan menghadapi krisis.
Hal itu bisa dilakukan mulai dari perbaikan kualitas benih, ketepatan subsidi pupuk, penerapan teknologi melalui perbaikan riset dan pengembangan serta penyempurnaan ekosistem inovasi.
Selain itu, bisa dengan memperbaiki produktivitas, digitalisasi rantai nilai, kemudian dengan mengintensifkan pelatihan bagi petani, serta membantu menghubungkan petani dengan pasar.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Perlu Ditiru Pejabat Lain, Menteri Agama Nasaruddin Umar Laporkan Penerimaan Gratifikasi ke KPK
- 2 BMKG: 10 daerah di Sumsel dilanda hujan ekstrem pada hari pencoblosan
- 3 Ini yang Dilakukan Dua Kementerian untuk Majukan Ekonomi Daerah Transmigrasi
- 4 Menag Laporkan Penerimaan Gratifikasi ke KPK
- 5 Dua Petugas Pemilu di Jatim Meninggal Dunia, Tujuh Orang Sakit
Berita Terkini
- Taiwan Gelar Latihan Udara dan Laut Saat Tiongkok Terus Menekan
- Rupiah Masih Tertekan Hari Ini (28/11)
- Dedi-Erwan Yakin Hasil Resmi Pilkada Jabar Tak Jauh dari Hitung Cepat
- Cagub Jatim Khofifah Imbau Pendukung Tak Euforia Unggul Hitung Cepat
- Survei OECD Soroti Peran Indonesia dalam Digitalisasi dan Transisi Hijau