Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pinjaman Online I Pemenuhan Kebutuhan Dasar Diabaikan Demi Membayar Utang

Rakyat Indonesia Sedang Mengalami Masalah Keuangan

Foto : ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA

Pemerintah khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu memastikan bahwa pinjol beroperasi dengan transparan dan mematuhi peraturan yang melindungi konsumen.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Utang tidak hanya menjadi momok bagi satu negara karena mengurangi kemampuan Pemerintah dalam membiayai pembangunan. Utang juga bisa menjadi masalah besar bagi rakyat, jika mereka terlilit pinjaman berbunga tinggi yang menggerogoti penghasilan bahkan mengancam aset yang mereka miliki.

Hal itu yang terjadi pada Indonesia di mana utang negara yang terus membengkak, ditambah dengan utang masyarakat yang konsumtif terus menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Utang masyarakat ke Pinjaman Online (Pinjol) legal pada posisi Mei 2024 sudah mencapai 64,56 triliun rupiah atau melonjak 25,44 persen. Utang berbunga tinggi itu jelas akan membebani masyarakat, sehingga banyak kebutuhan mendasar mereka dan keluarganya terpaksa harus diabaikan.

Pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko yang diminta pendapatnya dari Jakarta, Selasa (9/7) mengatakan utang konsumtif masyarakat yang terus meningkat, terutama utang yang ditarik melalui platform pinjaman online (pinjol), mengindikasikan bahwa banyak masyarakat sedang mengalami kesulitan keuangan.

Utang berbunga tinggi seperti yang ditawarkan oleh pinjol jelas Aditya di satu sisi memang dapat memberikan solusi jangka pendek bagi kebutuhan finansial mereka, tetapi di sisi lain juga memiliki potensi untuk menjadi beban yang sangat berat dalam jangka panjang.

"Kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, dan kesehatan, yang seharusnya menjadi prioritas utama kualitas secara nasional akan turun. Karena masyarakat banting tulang buat bayar utang," kata Aditya.

Menurut Aditya, otoritas keuangan harus memperketat regulasi dan pengawasan terhadap perusahaan pinjol. Meskipun pinjol legal sudah diatur, masih terdapat banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Pemerintah khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu memastikan bahwa pinjol beroperasi dengan transparan dan mematuhi peraturan yang melindungi konsumen.

Selain itu, pemerintah dan lembaga keuangan perlu menyediakan alternatif pembiayaan yang lebih terjangkau bagi masyarakat. Ini bisa berupa kredit mikro dengan bunga rendah atau program pinjaman yang disubsidi. Alternatif pembiayaan itu akan membantu masyarakat yang membutuhkan dana tanpa harus terjebak dalam jeratan utang berbunga tinggi.

"Tapi kunci untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada utang konsumtif adalah dengan meningkatkan pendapatan mereka. Program pengembangan ekonomi lokal berbasisi potensi setempat sangat penting untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi kebutuhan akan utang konsumtif," jelas Aditya.

Skala Prioritas

Pakar ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Nur Aini Hidayati, mengatakan, kebiasaan boros dan konsumtif masyarakat pada umumnya terjadi akibat tidak adanya rancangan skala prioritas.

"Masyarakat seharusnya lebih bijak dan baik dalam mengelola dana. Mereka jangan cenderung mengutamakan keinginan bukan kebutuhan. Hal itu sangat salah kaprah sehingga mengakibatkan penghasilan habis sebelum kebutuhan primer terpenuhi, terutama seringkali terjadi saat menerima Tunjangan Hari Raya Lebaran," kata Nur Aini.

Perilaku konsumtif pada umumnya terjadi akibat tidak adanya rancangan skala prioritas. Sifat boros itu dapat diminimalisir dengan menentukan skala prioritas.

"Jangan sampai kita terlena membelanjakan penghasilan sembarangan tanpa rancangan skala prioritas yang tepat, sehingga kewajiban yang seharusnya ditunaikan malah tidak dipenuhi," katanya.

Sementara itu, Peneliti Institute for Financial and Economic Studies (IFES) YB. Suhartoko mengatakan, meningkatnya utang masyarakat terhadap pinjol karena berbagai hal. Dari sisi penawaran, pemasaran pinjol yang langsung menyasar ke individu dengan berbagai kemudahan persyaratan dalam menyalurkan pinjaman.

"Bunga tinggi yang tidak terbayar, terakumulasi menyebabkan utang semakin membengkak," ungkap Suhartoko yang juga Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya, Jakarta.

Dari sisi permintaan, sangat mungkin karena pendapatan keluarga yang tidak mencukupi, sehingga terpaksa meminjam. "Gaya hidup masyarakat yang cenderung konsumtif dan tidak sabar dalam berkonsumsi cenderung meningkatkan utang pinjol,"paparnya.

Sebab itu, Pemerintah katanya harus mengintevensi keadaan tersebut dengan mengatur pembatasan bunga dan pembayaran cicilannya minimal tiga tahun.

Dari Yogyakarta, Peneliti Mubyarto Institute Awan Santosa mengatakan maraknya masyarakat terjebak utang Pinjol karena rendahnya literasi keuangan dan literasi digital

Oleh sebab itu, OJK dan lembaga terkait lainnya perlu membuat gerakan bersama membangun digital financial literacy untuk secara intensif mengedukasi masyarakat akan risiko dan bahaya utang konsumtif berbunga tinggi melalui platform digital.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top