Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 04 Jan 2025, 09:16 WIB

Putusan MK Kurangi Dominasi Oligarki Politik

Direktur hukum Center of Economic and Law Studies (Celios) Mhd Zakiul Fikri, menegaskan putusan MK membuat demokrasi lebih substansial dan membuat kesetaraan di antara partai politik dalam berkompetisi

Foto: istimewa

JAKARTA-Direktur hukum Center of Economic and Law Studies (Celios) Mhd Zakiul Fikri, menegaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas (presidential threshold) 20 persen membuat demokrasi lebih substansial dan meminimalkan dominasi oligarki politik dalam konstetasi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Zakiul yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia itu mengatakan, selama ini dengan adanya ambang batas, pengaruh oligarki sangat kental. Dalam sistem presidential threshold partai besar cenderung mendominasi koalisi dan penentuan calon.

 "Kita bisa lihat sendiri dalam beberapa tahun terakhir Pilpres. Seringkali kondisi ini mengurangi peluang partai kecil. Oleh karena itu dengan dihapusnya aturan ini kekuatan oligarki dapat diminimalkan,"tegas Zakiul, Sabtu (4/1) menanggapi putusan MK yang menghapus ambang batas Pilpres.

Zakiul menjelaskan, pembatalan pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu oleh MK harus dipresiasi secara publik, karena dari perspektif negara hukum demokrasi ketentuan mengenai ambang batas atau treashold mengenai pencalonan presiden 20 persen itu tidak sepenuhnya sejalan dengan prinsip demokrasi.

Ini merupakan suatu putusan yang patut membahagiakan publik, karena dengan dibatalkannya Pasal 222 UU Pemilu itu maka akan lebih banyak pilihan bagi rakyat ketika konstetasi Pilpres berlangsung. Kenapa demikian, karena penghapusan ambang batas itu akan membuka peluang lebih luas bagi parpol terutama partai kecil atau baru untuk mencalonkan kandidat kandidat mereka. "Jadi, calon yang substantif itu bisa tampil nanti melalui partai partai yang tidak perlu besar atau koalisinya besar. Ini memperkaya pilihan politik rakyat dalam Pemilu sehingga memperkuat demokrasi substansial yang menekankan keadilan dan partisipasi yang luas,"ucap Zakiul.

Selain itu terangnya, dengan pembatalan pasal 222, ini menjadi bagian dari wujud upaya MK dalam mengejawantahkan satu satu prinsip yang tak kalah penting dalam demokrasi substansial yaitu menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Harus dipahami bahwa dalam negara hukum demokrasi, kedaulatan berada di tangan rakyat. Ini jelas secara eksplisit diatur diatur di dalam pasal 1 ayat 2 UUD. Dengan dihapusnya ambang batas, rakyat memiliki hak untuk untuk menemukan pimpinan yang lebih terbuka dan beragam tanpa pembatasan yang hanya menguntungkan partai partai besar tertentu atau koalisi besar tertentu. 

Kemudian, putusan MK ini bisa dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan kompetisi politik, karena dengan hilangnya ambang batas tadi akan mendorong regenerasi kepemimpinan. Penghapusan ambang batas dapat membuka ruang bagi tokoh tokoh baru atau calon independen yang selama ini terhalang oleh koalisi besar. Misalkan selama ini partai buruh ingin mencalon orang tetapi terhalang oleh treashold tadi, besok mereka bisa mencalonkan orang. Partai hijau misalnya parpol yang pro lingkungan hidup, selama ini terhalang oleh treashold, nanti mereka sudah bisa mengajukan. "Putusan ini memperkuat aspek demokrasi yang kompetitif di mana setiap kandidat memiliki kesempatan yang setara juga putusan ini mengurangi dominasi oligarki politik,"ungkapnya lagi.

Lagi pula lanjut Zakiul, harus juga dipahami bahwa ketika MK memutus suatu perkara, batu ujinya UUD, karena MK merupakan penjaga konstitusi. Artinya, pasal 222 selama ini, norma yang bertentangan dengan UUD dan putusan ini bagian dari penghormatan terhadap konstitusi. Jika MK menghapus pasal 222 artinya norma tersebut bertentangan dengan UUD tahun 1945. 

Keputusan MK bersifat final dan mengikat sehingga semua pihak harus menghormatinya sesuai dengan prinsip negara hukum atau rule of law yang mengutamakan supremasi hukum.

Ambang batas juga ujarnya sering dikritik sebagai norma yang tidak proporsional, hanya menguntungkan partai besar tadi. Oleh karena itu, penghapusannya dianggap sebagai bentuk penegakan keadilan atau legal justice, yang memberi kesempatan setara bagi seluruh parpol. "Ini keadilan hukum,"tegas Zakiul

Kemudian, dalam demokrasi prosedural, regulasi Pemilu harus disesuaikan agar menjamin efisiensi penyelenggaraan, tanpa ambang batas Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus menetapkan aturan teknis agar proses Pilpres berjalan dengan adil dan efisien dan tidak membingungkan pemilih. Artinya, nanti ada konsekuensi dari putusan ini, dimana KPU harus segera menyesuaikan.

Adapun MK telah memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

Dalam pertimbangan putusan, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan bahwa merujuk risalah pembahasan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu merupakan hak konstitusional partai politik.

Dalam konteks tersebut, Mahkamah menilai gagasan penyederhanaan partai politik dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR pada pemilu sebelumnya sebagai dasar penentuan hak partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan bentuk ketidakadilan.

Redaktur: Lili Lestari

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.