Kamis, 09 Jan 2025, 01:10 WIB

Program Makan Bergizi Gratis Harus Didanai Sepenuhnya Dari APBN/D

Program Makan Bergizi Gratis

Foto: istimewa

JAKARTA- Pembiayaan Program Prioritas Nasional (PSN) khususnya Makan Bergizi Gratis (MBG) harus didanai sepenunnya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD). Hal itu penting untuk menjaga akuntabilitas, transparansi dan tata kelola keuangan negara. 

Hal itu disampaikan Peneliti Center of Economics and Law Studies (Celios) Muhamad Saleh dan pengamat Kebijakan Publik Fitra, Badiul Hadi merespon pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis di beberapa titik yang masih menggunakan dana pribadi dari Presiden Prabowo Subianto.

“Jika Presiden Prabowo ingin menyumbangkan dana pribadi untuk program negara, dana tersebut harus diserahkan ke kas negara melalui mekanisme penerimaan negara yang sah, didaftarkan sebagai sumbangan atau hibah negara, dan tercatat dalam administrasi keuangan negara,” kata Saleh, seperti dikutip di Jakarta, Rabu (8/1).

Penggunaan dana pribadi oleh pejabat negara untuk membiayai program MBG jelas Saleh merupakan penyimpangan terhadap prinsip dasar pengelolaan keuangan negara.

Dalam perspektif hukum, tindakan tersebut bertentangan dengan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 3 ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2003 yang mengatur bahwa semua penerimaan dan pengeluaran negara harus dikelola dalam mekanisme resmi APBN.

Pengelolaan keuangan negara yang baik jelasnya harus transparan, efisien, dan bertanggung jawab sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 ayat (1) UU Keuangan Negara.

Sementara, ketika seorang pejabat menggunakan dana pribadi untuk membiayai program negara, pengeluaran tersebut tidak dapat diaudit secara resmi. Hal itu membuka ruang bagi potensi penyalahgunaan wewenang dan mengaburkan garis tegas antara kepentingan pribadi dan publik.

“Dalam sistem tata kelola yang mengedepankan integritas, tindakan seperti ini seharusnya dihindari karena melemahkan prinsip checks and balances dalam pengelolaan keuangan negara,” katanya.

Begitu pula dalam konteks negara hukum juga mengatur setiap keputusan dan tindakan pejabat harus tunduk pada Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2014.

Jika memang terdapat hambatan administratif dalam penggunaan anggaran resmi, kata Saleh, pemerintah harus mencari solusi legal seperti revisi anggaran atau percepatan birokrasi, bukan dengan mengandalkan dana pribadi pejabat.

“Hal ini penting untuk memastikan bahwa keuangan negara dikelola secara legal, terstruktur, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik,” kata Saleh.

Sebelumnya, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi membenarkan bahwa masih ada beberapa titik pelaksanaan MBG yang menggunakan dana pribadi dari Presiden Prabowo.

 Menurut dia, hal itu terjadi karena masih ada daerahdaerah yang memiliki sisa anggaran tahun lalu saat program ini diujicobakan seperti contohnya kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Meski begitu, Hasan memastikan setelah sisa anggaran tersebut habis nantinya pelaksanaan program MBG di daerah-daerah tersebut akan konsisten menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sudah disiapkan sebesar 71 triliun rupiah.

Perencanaan Buruk

Sementara itu, Badiul Hadi mengatakan sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, penggunaan keuangan negara harus diawasi dan dipertanggungjawabkan kepada publik.

“Kalau program MBG masih menggunakan uang pribadi Presiden, ini mencerminkan buruknya perencanaan program dan penganggaran. Sebagimana diketahui perencanaan yang baik itu terukur dan realistis,” tegas Badiul.

Penggunaan uang pribadi tambahnya juga bisa menimbulkan persoalan, misalnya dana pribadi itu tidak tunduk pada meaknismse audit sebagaimana APBN.

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: