Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan SDA | Penerimaan Negara dari Hilirisasi Tak Sebanding dengan Insentif yang Dikeluarkan

Program Hilirisasi Perlu Dievaluasi

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - DPR RI mendesak pemerintah mengevaluasi secara menyeluruh program hilirisasi mineral nasional. Hal tersebut diungkapkannya menyusul terjadinya ledakan smelter di PT Kalimantan Ferro Industry (KFI) pekan lalu.

"Pemerintah jangan anggap enteng rentetan kecelakaan di smelter milik perusahaan Tiongkok. Sebab, hal itu bisa membahayakan masyarakat di sekitar kawasan smelter," tegas anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, di Jakarta, Rabu (22/5).

Dia menjelaskan peristiwa tersebut jadi momentum yang tepat untuk mengadakan pembaruan agar pengelolaan sumber daya alam di Indonesia semakin optimal dalam memberikan nilai tambah domestik dan efek kesejahteraan bagi masyarakat. "Ini kan menyedihkan kalau sebentar-bentar terjadi ledakan smelter yang menimbulkan kerugian besar bagi pekerja ataupun masyarakat," tambahnya

Mulyanto menilai penerimaan keuangan negara dari program hilirisasi itu tidak sebanding dengan insentif yang diberikan pemerintah. Pasalnya, berbagai kemudahan dan insentif fiskal maupun nonfiskal, termasuk pembebasan PPh badan dan bea keluar ekspor telah digelontorkan negara untuk mendukung habis-habisan sektor ini.

Belum lagi dampak sosial-lingkungan yang terus berulang baik ledakan smelter, seperti yang kembali terjadi di Kalimantan, maupun bentrok antarpekerja. Sementara produk program hilirisasi ini hanya berupa nickel pig iron (NPI) dan ferro nikel dengan nilai tambah rendah, sedangkan sembilan puluh persen lebih penerimaan hasil ekspor produk smelter dinikmati oleh investor asing.

"Program Hilirisasi setengah hati ini harus dihentikan. Saatnya kita evaluasi secara komprehensif program hilirisasi nasional, agar kita dapat meningkatkan nilai tambah domestik dan Indonesia menjadi semakin berdaulat. Pemerintahan baru ke depan memiliki peran yang strategis," tegasnya.

Seperti diketahui, ledakan smelter nikel terjadi di area pembuangan slag nikel pabrik smelter milik PT Kalimantan Ferro Industry (KFI) di Desa Pendingin, Sangasanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Kamis (16/5). Kecelakaan ini mengakibatkan dua pekerja mengalami luka-luka.

Owner Representative PT KFI, M. Ardhi Soemargo, menjelaskan insiden ini terjadi sekitar pukul 18.40 WITA dan berlangsung selama beberapa menit. Dia menjelaskan pabrik smelter nikel kini telah kembali beroperasi normal tanpa adanya kerusakan pada sistem produksi.

Sekitar pukul 19.00 WITA api dapat dipadamkan oleh mobil pemadam PT KFI. Adapun Polsek Sangasanga telah mendalami kejadian kecelakaan kerja tersebut. Dijelaskan sebanyak tiga korban yang dari kejadian meledaknya salah satu Pabrik Kolam Limbah Tungku 1 milik PT KFI. "Akibat ledakan tersebut gudang logistik yang berada di samping kolam limbah ikut terbakar," ujar Kapolres Kukar AKBP Heri Rusyaman, melalui Kapolsek Sangasanga AKP Baihaki.

Kualitas Minim

Sementara itu, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Fahmi Radi, menyoroti kecelakaan yang terjadi secara berulang pada smelter nikel. Dia menilai kasus tersebut terus terjadi karena standar keamanan yang minim pada smelter Tiongkok.

"Sebab, kalau standar internasional tidak akan terjadi kecelakaan seperti ini, apalagi berulang atau zero accident,"pungkasnya.

Dia berharap pemerintah tidak hanya menerima saja investasi dari luar, tetapi harus utamakan kualitas atau standar internasional.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top