Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Komoditas Lokal

Presiden: Tanam Pangan Sesuai Karakter dan Tradisi Daerah

Foto : Sumber: Kementerian Pertanian, BPS/kj/ones/and
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka Rakernas II PDI-Perjuangan di Jakarta, Selasa (21/6), meminta agar tidak memaksakan suatu daerah membudidayakan tanaman pangan di luar karakteristik asli pangan yang sesuai dengan tradisi daerah tersebut.

"Setiap daerah harus memiliki keunggulan pangan masing-masing, sesuai dengan karakteristik tanahnya, kondisi masyarakatnya, dan sesuai tradisi makan warganya. Jangan dipaksa-paksa, karena memang setiap daerah itu memiliki karakter berbeda-beda," kata Presiden.

Di Papua, misalnya, lebih cocok untuk menanam sagu dan tradisi makanan pokok masyarakat di sana juga sagu. Sebab itu, masyarakat Papua jangan dipaksa menanam padi dan mengonsumsi beras.

"Jangan kita paksa untuk keluar dari kekuatannya, dari karakternya, apalagi kalau kita tahu sagu itu justru makanan paling sehat karena gluten free, tidak mengandung gula. Ini yang akan dikejar negara-negara lain. Hal-hal seperti ini yang kita sering lupa, termasuk porang. Kenapa dikejar? Karena di situ (porang) juga sangat rendah gulanya, makanan yang sangat sehat," jelas Jokowi.

Begitu pula di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menurut Presiden lebih cocok untuk bertanam sorgum dan jagung. Masyarakat di NTT pun pinta Presiden jangan dipaksa menanam padi dan beralih mengonsumsi nasi.

"Tanpa air yang banyak, sorgum di NTT tumbuh sangat subur dan hijau. Ternyata, sebelumnya memang warga di NTT itu tanamnya sorgum, tapi bergeser ke beras. Di sinilah kekeliruannya. Kami akan menanam sorgum besar-besaran di NTT, dan sudah kami coba 40 hektare di Waingapu," kata Presiden.

Sorgum, kata Kepala Negara, bisa menjadi alternatif pengganti gandum yang harganya saat ini sedang melambung tinggi. "Begitu perang (di Ukraina-red), sekarang sorgum naiknya sampai di atas 30 persen. Impor kita, gandum, sekarang ini 11 juta ton, sangat besar sekali. Ini yang harus mulai dipikirkan," kata Presiden.

Keragaman Pangan

Pengamat Pertanian, Said Abdullah, mengatakan pernyataan Presiden itu yang seharusnya dilakukan dalam rangka penguatan ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Karena yang dibutuhkan Indonesia itu pangan yang beragam dan dari lokal. Pangan yang beragam dan diproduksi lokal, jelasnya, akan menjadi kekuatan bagi Indonesia agar terhindar dari ancaman bencana rawan pangan.

Selain itu, Indonesia merupakan negara maritim atau kepulauan, bukan negara kontinental atau daratan. "Karakteristik agroekologi dan sosio kultural tiap wilayah, tiap komunitas berbeda-beda. Dalam tiap perbedaan itu ada kekhasan dan kekayaan yang berbeda-beda tiap wilayah atau daerah. Kita memiliki kekayaan itu dan akan sulit untuk mendapatkan hasil yang optimum jika tiap daerah dipaksakan seragam," kata Said.

Penyeragaman budi daya pangan di semua daerah dinilai justru menjadi ancaman bagi keberlanjutan pangan itu sendiri. Pandangan yang disampaikan Presiden itu hendaknya jadi acuan dalam mengambil kebijakan dan program yang dijalankan pemerintah serta para pihak yang terlibat dalam pengembangan pangan.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top