Selasa, 31 Des 2024, 02:00 WIB

Presiden Prabowo Mengkritik Keras Hakim yang Jatuhkan Vonis Ringan kepada Koruptor

Presiden Prabowo Subianto mengkritik hakim-hakim yang menjatuhkan vonis ringan kepada koruptor, terlebih jika potensi nilai kerugian negara akibat aksi rasuah itu mencapai ratusan triliun rupiah.

Foto: antara

JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto mengkritik hakim-hakim yang menjatuhkan vonis ringan kepada koruptor, terlebih jika potensi nilai kerugian negara akibat aksi rasuah itu mencapai ratusan triliun rupiah.

Kritik keras dari Presiden Prabowo ini disampaikan pada acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta, Senin (30/12).

Seperti dikutip dari Antara, Presiden Prabowo menilai vonis ringan untuk koruptor melukai hati rakyat. Oleh karena itu, dia memerintahkan Kejaksaan, yang pada acara diwakili langsung oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin, untuk mengajukan banding terhadap kasus-kasus korupsi yang vonisnya diyakini terlalu ringan.

"Rakyat itu mengerti, rampok ratusan triliunan rupiah vonisnya sekian (tahun)," kata Presiden di hadapan jajaran petinggi kementerian/lembaga dan kepala daerah saat memberi pengarahan dalam musrenbangnas.

Presiden menekankan para terdakwa korupsi seharusnya menerima vonis berat. "Vonisnya ya 50 tahun, begitu kira-kira," kata Presiden kepada Jaksa Agung.

Dalam acara yang sama, Presiden juga mengingatkan Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan Agus Andrianto untuk memastikan para terpidana, khususnya terpidana korupsi, tidak mendapatkan kemudahan-kemudahan saat mendekam di penjara.

"Nanti jangan-jangan di penjara pakai AC, punya kulkas, pakai TV. Tolong menteri permasyarakatan ya, jaksa agung," ucap Presiden Prabowo.

Membenahi Diri

Dalam kesempatan yang sama, Presiden mengingatkan jajaran aparat pemerintah untuk bersama membenahi diri.

"Saya tidak menyalahkan siapa pun. Ini kesalahan kolektif kita. Mari kita bersihkan. Makanya, saya katakan aparat pemerintah, kita gunakan ini untuk membersihkan diri sebelum nanti rakyat yang membersihkan kita. Lebih baik kita membersihkan diri kita sendiri," tutur Prabowo memperingatkan jajarannya.

Presiden saat menyinggung soal vonis ringan itu memang tidak menyebutkan secara gamblang kasusnya. Namun, perhatian publik dalam beberapa hari terakhir mengarah kepada vonis ringan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah.

Majelis hakim saat membacakan putusannya minggu lalu (23/12) menyatakan Harvey bersalah dan menghukum dia penjara 6 tahun 6 bulan, sementara tuntutan jaksa 12 tahun. Dalam pembacaan putusan, majelis hakim juga mengakui Harvey dan terdakwa lainnya bersalah merugikan negara hingga hampir 300 triliun rupiah.

Selepas pembacaan putusan itu, jaksa pun mengajukan banding ke pengadilan tinggi atas vonis yang diterima Harvey.Dalam putusan yang dibacakan Hakim Ketua Eko Aryanto, Harvey Moeis dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara, denda sebesar satu miliar rupiah, dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 210 miliar rupiah.

Lantas, seperti apakah sosok Ketua Hakim Eko Aryanto ini. Eko merupakan pegawai negeri sipil golongan IV/d yang lahir di Malang, Jawa Timur, pada tanggal 25 Mei 1968.

Pada tahun 2017, Eko pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Tulungagung dan sempat memiliki peran aktif dalam meningkatkan transparansi sekaligus keadilan dari segi ruang lingkup keadilan.

Dari hasil kerja kerasnya tersebut dengan memiliki banyak pengalaman terutama pada bidang pengadilan, dirinya menjadi sosok yang dihormati oleh rekan kerjanya.Setelah itu, Eko Aryanto juga pernah menangani beberapa kasus penting di Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan melibat beberapa tindak pidana kriminal serta kasus pidana lainnya.

Seperti salah satunya, Eko Aryanto pernah menangani kasus kelompok kriminal seperti John Kei, Bukon Koko dan Yeremias terkait kasus kematian Yustis Corwing (Erwin).Dari perkara kasus kejadian tindak pidana korupsi yang melibatkan Harvey Moeis, Eko Aryanto telah memutuskan mengenai vonis hukuman penjara tersebut.

Namun, dari hasil tuntutannya tidak memberikan kepuasan bagi masyarakat sehingga menjadi Hakim Ketua Eko Aryanto tersebut menjadi pembicaraan publik karena telah memberikan keputusan yang tidak adil karena terdakwa telah merugikan negara. 

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis: Eko S

Tag Terkait:

Bagikan: