Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Butuh Regulasi Proaktif

Presiden Perintahkan Pemda Kendalikan Inflasi di Bawah 5 Persen

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Presiden Joko Widodo memerintahkan para kepala daerah untuk kerja keras menahan laju inflasi di daerahnya masing-masing. Segera lakukan intervensi dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk menekan laju inflasi sebagai akibat penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM).

"Saya minta gubernur, bupati, dan wali kota agar bersama pemerintah pusat bekerja bersama-sama seperti saat kita bekerja secara serentak dalam mengatasi Covid-19. Saya yakin, Insya Allah bisa kita lakukan sehingga inflasi di tahun ini kita harapkan bisa dikendalikan di bawah 5 persen," kata Presiden Joko Widodo, di Istana Negara, dalam rapat pembahasan Pengendalian Inflasi dengan Seluruh Kepala Daerah yang dilakukan secara hybrid, Senin (12/9).

Secara khusus, Jokowi menyoroti pemerintah daerah yang mengalami inflasi tinggi. "Ini kabupaten dan kota yang inflasinya tertinggi, tolong dilihat dan agar segera dilakukan intervensi di lapangan," katanya.

Disebutkan, sepuluh kabupaten/kota dengan laju inflasi tertinggi, yaitu Luwuk (7,8 persen), Jambi (7,8 persen), Kotabaru (7,5 persen), Sampit (7,5 persen), Tanjung Selor (7,4 persen), Jayapura (7,4 persen), Sintang (7,4 persen), Bungo (7,2 persen), Padang (7,1 persen), dan Sibolga (6,9) persen).

"Dan lima provinsi dari 10 provinsi hati-hati. Saya juga tidak tahu ini kenapa, tolong dilihat betul. Ini ada di Sumatera lima provinsi itu," ungkap Presiden.

Adapun provinsi-provinsi dengan inflasi tertinggi, yaitu Jambi (7,7 persen), Sumatera Barat (7,1 persen), Kalimantan Tengah (6,9 persen), Maluku (6,7 persen), Papua (6,5 persen), Bali (6,4 persen), Sulawesi Tengah (6,2 persen), Nusa Tenggara Barat (5.9 persen), Riau (5,9 persen), dan Kalimantan Selatan (5,8 persen).

Selanjutnya Lampung (5,7 persen), Bengkulu (5,6 persen), DI Yogyakarta (5,5 persen), Kalimantan Utara (5,5 persen), Sumatera Selatan (5,4 persen), Sumatera Utara (5,4 persen), Jawa Timur (5,2 persen), Jawa Tengah (5 persen), Sulawesi Selatan (5 persen), dan Kalimantan Timur (5 persen).

"Ini sekali lagi hati-hati, nanti kalau tidak diintervensi mulai ada kenaikan kemiskinan," ungkap Presiden.

Kenaikan inflasi tersebut, menurut Presiden Jokowi, berasal dari harga pangan. "Supaya kita juga tahu bahwa akibat inflasi tersebut, terutama yang berkaitan dengan harga pangan ini hati-hati. Kontribusi harga pangan terhadap kemiskinan itu 74 persen. Begitu harga pangan naik, artinya di sebuah daerah kemiskinan juga akan terkerek ikut naik," tegas Presiden.

Efek Spiral

Menanggapi pernyataan Presiden, Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga, Wisnu Wibowo, mengatakan untuk membantu mengatasi dampak inflasi, pemerintah perlu melakukan berbagai upaya lain.

"Untuk menyembuhkan, diperlukan kebijakan dan regulasi yang lebih proaktif, terutama untuk pengembangan usaha produktif masyarakat. Selain itu, kebijakan pajak yang akan memberatkan masyarakat maupun pengusaha, lebih baik ditahan terlebih dahulu," kata Wisnu.

Situasi ini, tidak hanya masyarakat miskin yang memerlukan pertolongan. Golongan lain seperti golongan rentan miskin dan pengusaha pun diperlukan. Tentunya, kenaikan BBM akan berdampak pada penurunan produksi maupun kenaikan bahan baku yang berdampak pada penurunan volume penjualan.

Bantuan-bantuan lain seperti pembukaan akses pasar, akses permodalan, dan lainnya perlu digalakkan. Dikhawatirkan, dampak kenaikan BBM akan menaikan suku bunga pinjaman sehingga beban pinjaman untuk UMKM akan ikut meningkat. Efek spiral tersebut tentunya akan semakin menjatuhkan," ungkapnya.


Redaktur : Redaktur Pelaksana
Penulis : Antara, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top