Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pencairan APBD

Presiden Instruksikan Pemda Segera Belanjakan Anggaran

Foto : ANTARA/HAFIDZ MUBARAK A

RAKORNAS PENGENDALIAN INFLASI - Presiden Joko Widodo berbincang dengam Gubernur BI Perry Warjiyo (kanan) dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi tahun 2022 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/8). Diperkirakan inflasi bisa lebih tinggi dari batas atas sasaran 3 persen, plus minus 1 persen hingga akhir tahun karena masih tingginya harga pangan dan energi global serta gangguan cuaca.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Presiden Joko Widodo kembali meminta pemerintah daerah (pemda) mempercepat pencairan belanja daerah masing-masing. Imbauan itu karena hingga peninjauan terakhir Presiden, realisasinya baru mencapai 39,3 persen.

"Sampai hari ini, belanja daerah, belanja APBD baru 39,3 persen; hati-hati ini, baru 472 triliun rupiah. Padahal, ini penting sekali untuk yang namanya perputaran uang di daerah, pertumbuhan di daerah; yang namanya APBD ini segera keluar agar beredar di masyarakat. Ini penting sekali," kata Presiden dalam arahannya saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi 2022 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/8).

Rakornas Pengendalian inflasi tersebut selain dihadiri jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju, juga diikuti para kepala daerah secara daring.

Jokowi mengingatkan realisasi belanja APBD menjadi penting untuk memacu pertumbuhan ekonomi di daerah. Presiden juga menyoroti masih besarnya dana APBD yang justru diparkir di bank sebesar 193 triliun rupiah.

"Saya cek APBD di bank. Hal-hal kecil seperti ini harus saya cek dan saya harus tahu angkanya ada berapa uang APBD di bank, masih 193 triliun rupiah. Sangat besar sekali. Ini harus didorong agar ikut memacu pertumbuhan ekonomi di daerah," urai Presiden.

Dia juga mengingatkan seluruh elemen pemerintahan untuk tidak lagi bekerja dengan rutinitas standar yang biasa-biasa saja di tengah krisis global. Kondisi sulit global itu, menurut Jokowi, disebabkan oleh tantangan pemulihan pandemi Covid-19 yang diikuti dengan situasi perang dan geopolitik hingga memunculkan krisis pangan, energi, dan keuangan.

"Kita tidak boleh bekerja standar, tidak bisa lagi, karena keadaannya tidak normal. Kita tidak boleh bekerja rutinitas karena memang keadaannya tidak normal," papar Kepala Negara.

Dia meminta jajaran pemerintah bekerja bukan hanya memperhitungkan aspek makro, tetapi juga secara mikro, bahkan detail melalui angka dan data. Kinerja tersebut penting dalam upaya menekan laju inflasi yang mencapai 4,94 persen pada Juli 2022 (yoy) terutama diakibatkan gejolak inflasi kelompok pangan sebesar 11,47 persen (yoy).

Tingkat inflasi nasional tersebut lebih besar dari target inflasi 3 persen +/- 1 persen.

Stimulasi Pertumbuhan

Ekonom Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, yang diminta pendapatnya, mengatakan realisasi belanja daerah (APBD) memang perlu khususnya untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi daerah. Bahkan menjadi sangat penting bagi daerah-daerah yang belanja pemerintahnya masih dominan. Karena itu, realisasi yang lambat harusnya dihindari.

Berdasarkan regulasi, pemda memang dimungkinkan untuk menyimpan atau menginvestasikan/mendepositokan uang milik daerah dalam rangka manajemen kas, tentu sejauh tidak mengganggu likuiditas daerah, tugas daerah, dan kualitas pelayanan publik.

"Tapi ini hanya untuk jangka pendek. Investasi yang dilakukan juga dalam rangka mendapatkan manfaat ekonomi, sosial, maupun lainnya," jelasnya.

Maka dari sisi regulasi, bila kelambatan realisasi belanja APBD ini terjadi terus-menerus, mungkin regulasi terkait harus ditinjau/disesuaikan kembali, misalnya dengan menekankan pada indikator-indikator yang benar-benar terukur.

Lebih jauh, mungkin tepat ada semacam sanksi bagi pemda yang sengaja lamban dalam merealisasikan belanjanya dan bahkan berlama-lama mendepositokan uangnya di bank. Sanksi tersebut juga dengan dasar bahwa pertumbuhan ekonomi daerah adalah juga bagian dari pemulihan ekonomi nasional. Artinya, pemda-pemda yang sengaja memperlambat realisasi belanjanya sama artinya tidak cukup mendukung kepentingan nasional.

"Efek negatif kelambanan realisasi belanja daerah tentu menjadi sangat terasa karena masih di masa pemulihan ekonomi dari krisis yang dalam. Dalam konteks ini, mindset pemda dalam mengelola anggaran tampaknya memang harus juga diubah untuk mampu beradaptasi dengan perubahan atau krisis," papar Aloysius.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top