Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Prajurit Kopassus Berkaki Satu yang Melegenda

A   A   A   Pengaturan Font

Dari puluhan prajurit, hanya empat selamat dalam operasi tahun 1962 itu, termasuk Agus. Dia ditawari pensiun dini, dibekali modal, tapi ditolak. "Saya tidak akan pensiun! Sampai mati saya akan tetap di Angkatan Darat," katanya (hal 75).

Biasanya, prajurit yang tersiksa saat ditawan mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD) dan menampakkan sikap negatif, depresi, serta sulit bergaul. Tapi, hal tersebut tidak berlaku bagi Agus. Pada Maret 1963, dia sudah bertugas kembali. Dia mengirim pasukan RPKAD dalam rangka operasi konfrontasi dengan Malaysia.

Selanjutnya, dia bergabung Resimen Tjakrabirawa, pengawal Presiden Soekarno yang terdiri dari satu batalion prajurit terbaik dari tiap angkatan. Kemudian, Opsus dengan menjadi Komandan Datasemen Markas (Dandema) yang menjadi kepercayaan Ali Moertopo dan Benny Moerdani, orang dekat Soeharto.

Meski serius dalam tugas, dia suka bercanda dalam keseharian seperti melempar kaki palsunya untuk mengagetkan anak buah yang sedang ngobrol (hal 144). Dia meledek anak buah yang memakai seragam TNI kumal dan lusuh dan memuji gentleman ketika anak buahnya memakai pakaian sipil (hal 150). Dia mencandai istrinya mirip tukang jamu ketika mengenakan kebaya (hal 172). Istrinya dari Minang.

Akhir tahun 70-an, peraih penghargaan Satyalancana Satya Dharma itu divonis kanker hati, namun tetap berusaha mengabdi. Kondisinya terus memburuk dan meninggal pada 4 September 1984. Tiga tahun kemudian, Kolonel (Purn) Jan Willem de Leeuw mengungkap sebuah kisah heroik. Tentu bukan kisah sembarangan, sebab dia merupakan pemimpin pasukan Belanda di Fakfak saat Agus memimpin Operasi Banteng I. Kisah tentang Agus itu dituturkan kepada Panglima ABRI, Benny Moerdani, yang sedang berkunjung ke Belanda.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top