Positivisasi Etika Lawan Manipulasi Hukum
Benny Susetyo
Keputusan yang bersifat etis seharusnya berdiri sendiri, tidak tunduk pada koreksi peradilan hukum. Kerapuhan ini menunjukkan bahwa budaya hukum di Indonesia masih rentan karena krisis keteladanan. Ketika para pemimpin yang seharusnya menjadi panutan justru terlibat dalam skandal korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, masyarakat kehilangan figur untuk dijadikan contoh.
Bagaimana mungkin masyarakat diminta untuk mematuhi hukum dan berperilaku etis ketika mereka melihat para penyelenggara negara melanggar nilai-nilai dasar yang mereka anjurkan?
Krisis keteladanan ini menciptakan celah besar dalam tatanan hukum dan demokrasi. Hukum, yang seharusnya menjadi pelindung hak-hak rakyat, malah dijadikan alat untuk menekan lawan politik dan memperkuat kekuasaan. Ketika hukum diperalat untuk melanggengkan kekuasaan, bukan hanya tatanan demokrasi yang terancam, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan pemerintahan.
Hanya dengan keteladanan yang kuat dari para pemimpin, nilai-nilai etika dapat mengakar di semua lapisan masyarakat, dan hukum dapat kembali berfungsi sesuai dengan tujuan aslinya: menegakkan keadilan.
Perkembangan teknologi digital menambah dimensi baru dalam masalah budaya hukum di Indonesia. Di era digital ini, kekuasaan tidak hanya memainkan kontrol melalui institusi formal, tetapi juga melalui manipulasi opini publik di media sosial dengan bantuan buzzer. Popularitas pejabat dan kebijakan sering kali direkayasa melalui algoritma digital, bukan didasarkan pada prestasi nyata.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Marcellus Widiarto
Komentar
()Muat lainnya