Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Langit malam yang gelap modal berharga bagi bagi pengamatan langit malam. Namun peningkatan jumlah satelit telah menciptakan polusi cahaya yang mengganggu teleskop.

Polusi Cahaya Satelit, "Kiamat" Bagi Astronom

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Saat ini jumlah satelit di langit sudah mencapai pada tahap yang mengkhawatirkan bagi para astronom. Satelit yang aktif di langit meningkat lebih dari dua kali lipat. Dari sekitar 2.200 satelit pada 2019, saat ini jumlahnya telah menjadi mencapai sekitar 5.000 buah.
Satelit Starlink tahap pertama yang diterbangkan oleh perusahaan SpaceX dimulai 18 Desember 2021 dalam bentuk konfigurasi yang disebut dengan konstelasi mega atau 'mega-constellations,' salah satu kontributornya. Tujuan dari pengorbitan ribuan satelit ini untuk menyediakan internet di mana saja di dunia.
Tahap pertama diluncurkan sebanyak lebih dari 2.000 satelit. Sayangnya, ribuan satelit yang dibutuhkan untuk menciptakan jangkauan internet yang begitu luas datang dengan kerugian yang luar biasa. Garis-garis cahaya reflektif dari satelit mengganggu astronom melakukan pengamatan dari darat.
Akhir pekan lalu, International Astronomical Union (IAU) mengumumkan pembentukan pusat baru untuk menyatukan para astronom dan melawan kontelasi mega yang disebut dengan nama Pusat IAU untuk Perlindungan Langit yang Gelap dan Tenang dari Interferensi Konstelasi Satelit.
"Saya pikir itu sangat penting, karena diproyeksikan akan ada 100.000 satelit baru pada akhir dekade ini. Pusat IAU sangat penting karena akan mampu mengkoordinasikan informasi dan tanggapan internasional, dan akan memberikan suara tunggal yang kuat bagi komunitas astronomi," kata arkeolog ruang angkasa Flinders University, Alice Gorman, kepada ScienceAlert.
Astronomi optik dan radio berbasis darat membutuhkan beberapa kondisi untuk menyelidiki alam semesta. Untuk teleskop optik, diperlukan langit yang gelap, jauh dari polusi cahaya buatan atau satelit mengkilap yang memantulkan sinar matahari. Sedangkan teleskop radio, di sisi lain, membutuhkan ketenangan.
The Square Kilometer Array (SKA) Observatory, yang berada di Afrika Selatan dan Australia, merupakan salah satu dari pusat IAU yang baru untuk menangkap berbagai frekuensi gelombang radio. Starlink dengan mega constellations merupakan jaringan internet pita lebar juga menggunakan frekuensi radio, beberapa di antaranya berada di pita yang sama dengan SKA.
"Konstelasi penuh satelit Starlink kemungkinan akan berarti akhir dari teleskop radio gelombang mikro berbasis Bumi yang mampu memindai langit untuk mencari objek radio yang samar," terang astronom Swinburne University, Alan Duffy.

Pertempuran Besar
Co-host kedua dari pusat baru IAU adalah Noir Lab National Science Foundation, pusat untuk astronomi optik berbasis darat Amerika Serikat. Penyatuan kelompok-kelompok optik dan radio menuju satu tujuan ini adalah latihan penuh harapan yang disamakan Gorman dengan komunitas astronomi yang menentang proyek militer yang disebut Project West Ford pada era '60-an.
"Kami pada dasarnya melihat adanya 'pertempuran besar' antara operator satelit komersial dan astronom," kata Gorman. "Kami dituntun untuk percaya bahwa tanpa konstelasi mega, separuh dunia tidak akan memiliki internet. Yah, itu tidak benar dan orang-orang harus lebih kritis terhadap retorika seputar ini," ujar dia.
IAU masih memiliki banyak pekerjaan di depannya. Pusat tersebut telah menyoroti fokusnya sebagai mengawasi konstelasi satelit, mencari cara untuk menghapusnya dari gambar, terlibat dengan industri, dan menyarankan modifikasi satelit yang dapat membatasi masalah astronomi.
Polusi satelit akan menjadi parah jika tidak dibatasi atau dihapuskan. Setelah Starlink beberapa proyek yang sedang dalam pengembangan akan melakukan hal serupa seperti seperti OneWeb dan Amazon's Project Kuiper.
"Ini bukan pertanyaan tentang satelit versus astronomi, melainkan bagaimana memediasi berbagai kebutuhan dan kepentingan serta nilai-nilai yang menyatu di luar angkasa, termasuk yang kurang kuat," kata Jessica West, peneliti senior keamanan ruang angkasa di Project Ploughshares, kepada Gizmodo.
"Ini membutuhkan dialog terbuka dan tindakan terkoordinasi dan kolektif. Komunitas astronomi internasional menunjukkan kepada kita bagaimana melakukan ini. Dan dunia mendengarkan. Ini adalah momen kritis untuk tata ruang angkasa," lanjut West.
Dengan jumlah satelit yang akan mencapai 100.000 buah dalam waktu dekat, Gorman menyarankan untuk waspada bagaimana ini tidak hanya akan mempengaruhi para astronom, namun masyarakat luas.
"Bayangkan saat mata melihat ke luar angkasa, dan ada lebih banyak titik cahaya yang mewakili objek buatan manusia daripada jumlah bintang atau planet," kata dia.
"Kami menghilangkan cara manusia yang mendasar dalam mengalami dunia dengan menghubungkan ke langit malam. Ini bukan sesuatu yang bisa dianggap enteng, itu sesuatu yang membutuhkan pemikiran, terutama jika itu tidak dapat diubah," ujar dia. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top