Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Polemik Speaker Masjid, Ketua PP Muhammadiyah Minta Speaker Hanya untuk Ini Saja

Foto : Istimewa

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas.

A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Penggunaan pengeras suara masjid di Indonesia menjadi polemik setelah kantor berita internasionalAFP yang berpusat di Paris mengunggah berita berjudul Ketakwaan Atau Gangguan Kebisingan? Indonesia Mengatasi Reaksi Volume Azan, Kamis (14/10).

Dalam berita itu, AFP mengkritik penggunaan pengeras suara yang berlebihan tanpa memperhatikan kondisi penduduk sekitar. Sementara itu, AFP juga menyoroti ketakutan masyarakat yang terganggu, namun tidak berani menegur pihak masjid karena takut dipersekusi.

Menanggapi berita tersebut, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas berharap agar kritik ini ditanggapi dengan konstruktif. Menurutnya, masjid tidak boleh asal-asalan dalam memakai pengeras suara dan memilih muazin.

"Ini maksudnya tentu jelas agar jemaah merasa enak dan tenang mendengar azan, ceramah, dan khotbah," kata Anwar Abas, dikutip dari rilis PP Muhammadiyah, Jumat (22/10).

"Supaya telinga dan hati yang mendengar merasa enak. Ini jelas sangat penting untuk diperhatikan," imbuh Anwar yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia.

Senada dengan Anwar Abbas, sebelumnya Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad pada Kamis (14/10) berharap takmir masjid mempergunakan pengeras suara untuk kepentingan azan dan iqamat saja. Pertimbangan ini dilakukan demi kenyamanan masyarakat di sekitar masjid.

"Pertama sebagai negara yang mayoritas Muslim suara adzan adalah suara yang harus diserukan kepada semua umat muslim sebagai seruan untuk sholat berjamaah di mesjid," kata Dadang.

"Tapi karena masjid itu banyak maka sebaiknya volume speaker dibatasi sekeliling mesjid tidak melintasi batas mesjid yang lain," ujarnya.

"Sebaiknya hanya dipakai untuk mengumandangkan azan saja, sedangkan iqomah dan sholat serta kegiatan lainnya sebaiknya memakai speaker dalam saja," usulnya.

Tak menampik masalah ini, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla pada Selasa, (19/10) menilai bahwa 75 persen speaker masjid di Indonesia berkualitas jelek.

Sementara itu, Dewan Masjid Indonesia (DMI) tengah mematangkan kemungkinan penerapan sentralisasi azan di kota-kota besar yang se-waktu dari satu masjid. Namun untuk Iqamat, akan dilakukan sendiri oleh masjid-masjid tersebut.

Menanggapi rencana itu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyambut baik. Namun, dia menekankan agar pelaksanaannya bersifat sukarela. Selain itu, sosialisasi seksama dan edukasi soal syiar Islam antar takmir masjid tidak boleh dilupakan.

"Jangan ada pemaksaan. Tidak boleh ada sanksi hukum. DMI bukan lembaga negara," kata Mu'ti, Kamis, (21/10).

Menanggapi polemik itu, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin menganggap aturan penggunaan pengeras suara masih relevan meski telah berlalu selama 43 tahun.

Sebagaimana diketaui, Kementerian Agama menerbitkan Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushala. Aturan tersebut juga memperhatikan penggunaan pengeras suara di wilayah yang bersifat majemuk.

"Jadi dalam instruksi yang usianya lebih 40 tahun ini sudah diatur, kapan menggunakan pengeras suara ke luar, kapan ke dalam," tuturnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top