Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Polemik RUU Musik

A   A   A   Pengaturan Font

Tahun politik bukan saja dipanaskan isu dan perdebatan mengenai persaingan merebut pengaruh untuk meningkatkan elektabilitas pasangan capres Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi, tetapi juga masalah lain bersumber dari parlemen. Ini tepatnya polemik mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan dan tengah dibahas di Senayan.

Dua RUU yang ditanggapi masyarakat agak cukup keras adalag RUU Permusikan karena banyak pasal yang dinilai menghambat kinerja musisi. Selain itu, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang oleh sebagian masyarakat dianggap berpotensi membuka ruang permisif terhadap seks bebas dan kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Polemik mengenai kedua RUU tersebut masih berlangsung baik lewat media mainstream maupun media sosial.

Kali ini kita akan membahas polemik RUU Permusikan saja yang menyita perhatian masyarakat, khususnya musisi dan mereka yang berkecimpung dalam dunia musik. Persoalan utamanya, RUU ini belum dibahas di DPR. Jadi, perdebatan dan polemiknya berdasarkan daraft RUU, bukan respons pembahasan.

Pemerintah sendiri, seperti dikemukakan Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf berpandangan, belum saatnya RUU Permusikan disahkan. Ini mengingat payung hukum yang menaungi RUU tersebut belum ada. Jadi yang dibutuhkan terlebih dahulu adalah payung hukumnya dulu.

Menurut Triawan, RUU Ekonomi Kreatif ada 16 sektor yang diakomodasi. Salah satunya permusikan. Jadi,yang paling penting tata kelola, ekosistem, dan pengaturan industri ekonomi kreatifnya dulu. Bukan malah mengatur orang berkreasi. Sikap pemerintah ini kemungkinan untuk meredam polemik semakin melebar dan merugikan pemerintah, meskipun RUU sesungguhnya inisitif DPR.

Lalu bagaimana sikap dan pandangan DPR? Anggota Komisi X DPR yang juga musikus, Anang Hermansyah, menceritakan kronologi usulan RUU Permusikan.

Menurutnya, ide RUU Permusikan berawal dari 'Kaukus Parlemen Anti Pembajakan' yang dia inisiasi bersama politisi lintas fraksi pada 2015. Namun, itu dinilai tak berjalan efektif dalam memberantas pembajakan musik.

Kemudian, DPR melakukan berbagai langkah termasuk kunjungan ke berbagai pihak terkait. Singkat cerita, pada Juni 2017, DPR menyepakati pembuatan RUU Permusikan. Draft RUU Permusikan tertanggal 15 Agustus 2018 yang saat ini beredar merupakan dokumen usulan DPR dan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2019.

Nah, karena draft beredar, mereka yang peduli memberi respons yang kemudian menimbulkan polemik. Wendi Putranto, penulis dan manajer grup musik, misalnya mengatakan, yang paling bermasalah adalah pasal 5. Isinya mengenai sejumlah larangan bagi musisi dan dianggap mengancam kreativitas.

Pasal 5 berbunyi, "Dalam melakukan proses kreasi, setiap orang dilarang a) mendorong khalayak umum melakukan kekerasan, perjudian, serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain, b) memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi anak, c) memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan atau antargolongan, d) menistakan, melecehkan, dan atau menodai nilai agama, e) mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum, f) membawa pengaruh negatif budaya asing, dan g) merendahkan harkat dan martabat manusia."

Karena itu, DPR harus lebih arif dalam menyikapi polemik. Misalnya mengundang kembali stakeholders untuk membahas pasal-pasal kontroversial. Masukan musisi dan pihak terkait akan sangat bermanfaat. Apalagi musik merupakan salah satu bagian dari industri kreatif. Industri kreatif menjadi penopang pergerakan dan pertumbuhan ekonomi.

Jika RUU ini dipaksakan dibahas, sementara itu, sejumlah pasal kontroversial belum tuntas, kelak malah bisa menimbulkan masalah baru. Ini baik dalam kreativitas bermusik maupun dampak ekonominya. Apalagi mereka yang bergerak di industri musik kebanyakan kalangan muda yang memang harus diberdayakan demi kemajuan bersama.

Komentar

Komentar
()

Top