Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

PM Belanda Mengundurkan Diri karena Perbedaan Soal Imigran

Foto : AFP/ANP/Phil Nijhuis

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan ada perbedaan yang 'tidak dapat diatasi' dalam pemerintahan koalisinya.

A   A   A   Pengaturan Font

DEN HAAG - Pemerintahan koalisi Perdana Menteri Belanda Mark Rutte runtuh pada Jumat (7/7) karena perbedaan yang "tidak dapat diatasi" tentang cara menangani migrasi. Pemilihan umum diharapkan digelar November mendatang.

Rutte (56), pemimpin terlama di pemerintahan Belanda dan salah satu politisi paling berpengalaman di Eropa mengatakan, pembicaraan selama berhari-hari antara empat pihak gagal menghasilkan kesepakatan.

Mereka berselisih karena rencana Rutte memperketat pembatasan reunifikasi keluarga pencari suaka, upaya untuk mengekang jumlah pencari suaka menyusul skandal migrasi tahun lalu.

"Bukan rahasia lagi bahwa mitra koalisi memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang kebijakan migrasi," kata Rutte, pemimpin partai VVD kanan-tengah, dalam konferensi pers setelah pembicaraan gagal.

"Malam ini, sayangnya kami telah mencapai kesimpulan bahwa perbedaan tidak dapat diatasi. Untuk alasan ini, saya akan segera menyampaikan pengunduran diri saya secara tertulis kepada raja atas nama seluruh pemerintahan."

Pemerintah kemudian mengkonfirmasi bahwa Rutte telah mengajukan pengunduran dirinya dan akan mengunjungi Raja Willem-Alexander pada Sabtu (8/8).

Koalisi tersebut merupakan yang keempat bagi Rutte sejak menjabat pada 2010. Tetapi koalisi baru dilantik pada Januari 2022 setelah mencapai rekor negosiasi selama 271 hari dan terpecah belah dalam banyak masalah.

Rutte dijuluki "Teflon Mark" karena lapisan panci antilengket, kemampuannya menghindari bencana politik. Ia mengatakan memiliki "energi" untuk bertahan untuk masa jabatan kelima tetapi dia harus "bercermin" terlebih dahulu.

Sangat Mengecewakan

Pemilihan paling awal dapat diadakan adalah pada pertengahan November,kata komisi pemilihan Belanda.

Rutte mengatakan akan memimpin pemerintahan sementara sampai saat itu, yang akan fokus pada tugas termasuk dukungan untuk Ukraina.

Runtuhnya pemerintahan Rutte memicu pertarungan sengit antara empat partai dalam koalisi berusia satu setengah tahun, yang dijuluki "Rutte IV".

ChristenUnie, sebuah partai Kristen Demokrat yang mendapat dukungan utamanya dari "Sabuk Alkitab" Protestan yang kukuh di Belanda tengah, dan D66 kiri-tengah, telah menentang rencana Rutte.

Dia menuntut agar jumlah kerabat pengungsi perang yang diizinkan masuk ke Belanda dibatasi hingga 200 per bulan.

Rutte telah berjanji menangani migrasi setelah skandal pusat migrasi musim panas lalu, di mana seorang bayi meninggal dan ratusan orang terpaksa tidur di tempat terbuka.

"Keluarga, tempat anak-anak tumbuh bersama orangtua mereka, adalah nilai inti bagi kami," kata wakil Perdana Menteri Carola Schouten dari ChristenUnie. Ia menambahkan, itu adalah "momen yang sangat sulit".

Menteri Keuangan Sigrid Kaag dari D66 mengatakan ada "ketegangan yang tidak perlu dalam proses" dan keruntuhan itu "disesalkan".

Menteri Luar Negeri Wopke Hoekstra dari Christian Democratic Appeal (CDA) kanan-tengah mengatakan, jatuhnya pemerintah "sangat mengecewakan, tidak perlu, dan tidak dapat dijelaskan kepada rakyat negara".


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top