PLN dan Pertamina Jangan Sia-siakan Dukungan Presiden
Foto: Sumber: Kemen ESDM» Komitmen Presiden untuk tansisi energi tidak diimbangi dalam implementasinya.
» Pemerintah tidak boleh lagi memberikan izin baru untuk konsesi tambang batu bara.
- Baca Juga: Apel Pengawasan Pilkada
- Baca Juga: KAI Selamatkan Barang Penumpang Senilai Rp11,4 Miliar
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberikan garansi politik kepada jajaran manajemen dan komisaris PLN dan Pertamina jika menemui hambatan dalam melakukan transisi energi, terutama masalah politis maupun terbentur birokrasi. Sebab itu, jajaran manajemen kedua BUMN semestinya tidak perlu ragu merumuskan rencana transisi energi ke depan tanpa terbebani oleh pihak-pihak yang selama ini menikmati keuntungan dari bisnis batu bara dan impor minyak.
Pakar Energi Baru Terbarukan (EBT) dari Universitas Brawijaya, Malang, Suprapto, yang diminta pendapatnya di Jakarta, Selasa (23/11), mengatakan PLN dan Pertamina jangan sia-siakan dukungan Presiden Jokowi itu dalam melakukan transisi energi.
"Kalau Presiden sudah memberikan dukungan, semestinya jangan disia-siakan, PLN dan Pertamina tidak perlu ragu-ragu mempersiapkan skema transisi energi ke depan. Karena peralihan jelas banyak sekali yang harus direncanakan," kata Suprapto.
Dengan potensi sumber daya EBT yang sangat beragam di Indonesia maka skema transisi perlu memuat kemudahan untuk mendorong seluas mungkin kesempatan investasi ke sektor ekonomi hijau itu.
"Ironis kalau Indonesia yang sangat potensial jenis-jenis EBT-nya sampai tertinggal di negara lain. Kalau berhasil, dampak ekonominya akan sangat terasa. Jadi, semua pihak tidak usah ragu lagi, EBT adalah masa depan dunia," tuturnya.
Dihubungi terpisah, Pakar Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmi Radhi, mengatakan pengarahan Presiden kepada direksi Pertamina dan PLN merupakan penegasan komitmen dalam pembangunan green economy. Jokowi meratifikasi Paris Agreement, yang salah satunya mengganti energi fosil menjadi energi hijau, termasuk migrasi dari kompor LPG ke kompor gas.
Namun demikian, dalam implementasinya, komitmen Presiden Jokowi tidak dimbangi oleh kementerian dan BUMN secara serius dan terus-menerus. Investasi mobil listrik masih terseok-seok karena kurang menarik bagi investor. Pasalnya, Kementerian Keuangan pelit dalam memberikan insentif fiskal.
"Program satu juta kompor listrik masih sangat kecil dibanding total penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa. Migrasi kompor listrik mestinya dijadikan program nasional," kata Fahmi.
Keberhasilan migrasi dari kompor minyak tanah ke kompor elpiji, yang dikawal langsung oleh Wapres Jusuf Kalla, beberapa waktu lalu, bisa menjadi acuan pada transisi energi bersih.
Segera Pensiunkan PLTU
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan dengan dukungan Presiden, PLN dan Pertamina seharusnya lebih cepat melakukan transformasi bisnis. "Untuk PLN yang urgen adalah implementasi rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2021-2030," kata Fabby.
Hal itu bisa dilakukan dengan segera mengeluarkan jadwal lelang pembangkit energi terbarukan (ET), mempercepat rencana pensiun PLTU dan PLTGU yang sudah tua serta mempercepat proses pengadaan pembangkit ET.
Langkah lainnya adalah memangkas negosiasi Power Purchase Agreement (PPA) dan tidak mempersulit pemberian izin pada masyarakat dan pelaku usaha yang ingin memasang PLTS Atap. "Untuk Pertamina, mereka sudah punya rencana transformasi bisnis yang cukup baik. Jadi tinggal eksekusi saja," kata Fabby.
Direktur Assosiasi Climate Policy Initiative (CPI) Indonesia, Tiza Mafira, juga menyampaikan pendapatnya kalau dalam perkembangan terbaru, harga energi dari sumber EBT di pasar global semakin murah dibanding energi fosil, sehingga tidak ada lagi alasan EBT itu mahal.
Kemudian, secara global juga makin banyak juga dukungan pembiayaan untuk EBT. Dengan demikian, tidak perlu ragu, karena tren global sedang menuju energi hijau. "Tinggal dukungan dari pemerintah ialah beri insentif untuk investor," kata Tiza.
Menurut Tiza, keputusan transisi itu membutuhkan paket yang konsisten, tidak boleh berubah-ubah. "Pemerintah tidak boleh lagi memberikan izin baru untuk konsesi tambang dan tidak memberikan juga subsidi untuk konsensi tambang," katanya.
Pemerintah juga harus mengurangi demand PLTU batu bara atau Independent Power Producer (IPP). Lakukan pensiun dini batu bara. "Jangan lagi beri subsidi PLTU batu bara dan bikin supaya energi batu bara ini lebih mahal entah melalui skema karbon atau sistem tax," tegasnya.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Electricity Connect 2024, Momentum Kemandirian dan Ketahanan Energi Nasional
- 3 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 4 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 5 Tim Putra LavAni Kembali Tembus Grand Final Usai Bungkam Indomaret
Berita Terkini
- Dishub Kota Medan luncurkan 60 bus listrik baru Minggu
- Pelatih Persija nilai pemainnya kurang antisipasi skema gol Persebaya
- Pemkab Bantul sebut pelaku usaha perikanan adalah pahlawan pangan
- Kasdam Brigjen TNI Mohammad Andhy Kusuma Buka Kejuaraan Nasional Karate Championship 2024
- BNI Kantongi Gold Rank ASRRAT 4 Tahun Berturut-turut