Rabu, 05 Feb 2025, 00:00 WIB

Picu Polemik Meluas, Kebijakan Elpiji 3 Kg Perlu Dikaji Matang

Kebijakan Elpiji 3Kg Perlu Dikaji Ulang

Foto: antara

JAKARTA - Pemerintah kembali membolehkan pengecer menjual tabung gas 3 kilogram (kg). Namun kerugian yang diderita masyarakat cukup besar, bahkan seorang ibu di Pamulang, Tangerang Selatan meninggal dunia karena kecapehan antre gas melon.

Langkah pemerintah yang mempersulit distribusi gas subsidi ke masyarakat sama sekali tidak masuk akal. Semestinya, pemerintah mempermudah masyarakat, bukan justru mempersulit kehidupan masyarakat luas.

Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Putri Zulkifli Hasan menyoroti kebijakan terbaru pemerintah yang membatasi distribusi LPG 3 kg hanya melalui pangkalan atau agen resmi. Dia menegaskan kebijakan yang menyangkut kebutuhan pokok masyarakat harus dikaji secara matang sebelum diterapkan di lapangan.

"Kami memahami niat pemerintah untuk memastikan subsidi LPG 3 kg tepat sasaran dan sesuai dengan harga eceran teringgi (HET) yang ditetapkan. Namun, kebijakan ini harus disertai dengan solusi konkret agar masyarakat tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh LPG 3 kg yang merupakan kebutuhan esensial," ujar Putri di Jakarta, Selasa (4/2).

Keluhan juga datang dari masyarakat perdesaan dan pedalaman yang kesulitan mengakses LPG 3 kg akibat jauhnya lokasi pangkalan resmi.

“Jika ada yang terbukti menjual dengan harga di luar ketentuan atau melakukan penimbunan, pemerintah bisa mencabut izin mereka”

Sebagai solusi, Putri mendorong pemerintah mempertimbangkan kembali peran pengecer dalam distribusi LPG 3 kg dengan sistem pengawasan lebih ketat. Jika pengecer terdaftar secara resmi dan diawasi secara digital, maka pemerintah tetap bisa memastikan distribusi LPG 3 kg tepat sasaran tanpa menghilangkan aksesibilitas bagi masyarakat.

"Pengecer bisa didaftarkan dan diberi izin resmi dengan persyaratan tertentu. Jika ada yang terbukti menjual dengan harga di luar ketentuan atau melakukan penimbunan, pemerintah bisa mencabut izin mereka. Dengan cara ini, keseimbangan antara pengawasan dan aksesibilitas bisa tetap terjaga," tegasnya.

Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPNVJ menilai kebijakan baru pembelian LPG 3kg ini memang keterlaluan dan menimbulkan kegelisahan di kalangan masyarakat, khususnya bagi mereka yang berasal dari kelas bawah.

Pemerintah beralasan aturan baru ini dibuat untuk memastikan subsidi LPG 3kg tepat sasaran dan tidak dinikmati oleh mereka yang mampu. Alih-alih menjadi solusi, kebijakan ini justru menyulitkan banyak orang sehingga menimbulkan polemik meluas.

Hasil pantauan di lapangan, Senin (3/2), menunjukkan antrean panjang LPG 3kg di Jakarta dan sekitarnya yang mengingatkan kondisi Indonesia di era 1960-an. Beberapa warga di daerah Bogor dan Bekasi bahkan mulai beralih menggunakan kayu bakar akibat sulitnya mendapatkan LPG.

"Bagi rakyat kecil, aturan ini semakin menambah beban hidup yang sudah berat, sementara bagi kelas menengah, efek domino dari kebijakan ini juga mulai terasa," tegas Achmad Nur.

Pahami Kebijakan

Nur menegaskan pemerintah seharusnya memahami setiap kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dipertimbangkan secara matang, bukan sekadar demi pencitraan atau kepentingan politik tertentu.

"Pemerintah seharusnya memudahkan, bukan menyulitkan Subsidi LPG 3kg memang ditujukan untuk masyarakat miskin, tetapi implementasinya haruslah mempermudah, bukan justru mempersempit akses," tukasnya.

Menurutnya, pemerintah sebaiknya fokus pada pengawasan distribusi agar subsidi benar-benar tepat sasaran, bukan dengan membatasi atau menyulitkan akses masyarakat terhadapnya.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: