Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stabilitas Moneter I Pelambatan Ekonomi Dunia Bisa Menekan Kurs Rupiah Sewaktu-waktu

Pertahankan Suku Bunga, Langkah BI Sangat Terukur

Foto : ISTIMEWA

Bank Indonesia

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7 days Reverse Repo Rate di level 6,25 persen dinilai sebagai langkah yang terukur untuk saat ini jika mencermati kondisi eksternal maupun internal.

Pengamat ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y Sri Susilo, mengatakan pertimbangan internal terutama dengan melihat deflasi yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut.

Fenomena deflasi, jelas Sri Susilo, mengindikasikan adanya penurunan harga-harga barang di dalam negeri, yang bisa mencerminkan pelemahan daya beli masyarakat.

"Dengan mempertahankan suku bunga acuan, BI berusaha menjaga stabilitas harga dan mencegah inflasi yang terlalu rendah, yang pada akhirnya bisa berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi," jelasnya.

Kebijakan itu juga memberi ruang bagi perekonomian domestik untuk pulih lebih lanjut di tengah ketidakpastian global. "Kebijakan ini menunjukkan kehati-hatian BI dalam memonitor dinamika ekonomi domestik dan menjaga keseimbangan antara stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi," tuturnya.

Keputusan untuk menahan suku bunga juga selaras dengan ekspektasi pasar, sebagaimana disampaikan oleh berbagai analis ekonomi, termasuk dari Bank Mandiri. Mereka mencatat bahwa BI masih melihat beberapa faktor global, termasuk kepastian pemangkasan suku bunga Amerika Serikat (AS) atau Fed Fund Rate (FFR), sebelum mengambil langkah lebih lanjut.

Dengan tetap mempertahankan suku bunga acuan, BI dinilai menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri di tengah dinamika ekonomi global yang masih belum membaik.

Dalam kesempatan terpisah, Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, mengatakan keputusan BI menahan suku bunga acuan bertujuan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah karena ketidakpastian global seperti potensi perubahan suku bunga the Fed sampai saat ini belum memberi kejelasan.

BI juga berupaya mencegah arus keluar modal yang dapat menyebabkan depresiasi rupiah. Suku bunga yang tetap tinggi sebagaimana kebijakan BI berpotensi menjaga tingkat inflasi tetap terkendali, namun juga dapat menghambat pertumbuhan kredit.

Selain itu, keputusan BI itu sebagai bentuk sikap kehati-hatian dalam menghadapi kondisi pasar global, terutama terkait imbal hasil US Treasury.

"Kebijakan ini juga dapat menurunkan daya tarik obligasi domestik dibandingkan dengan aset-aset yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi di luar negeri," katanya.

Prospek Global

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede sebelumnya sudah memperkirakan BI akan kembali mempertahankan BI-Rate di level 6,25 persen dalam Rapat Dewan Gubernur Agustus 2024.

"Kami memperkirakan bahwa BI tidak akan terburu-buru dalam mengambil keputusan penurunan suku bunga," kata Josua kepada Antara di Jakarta, Rabu (21/8).

Menurut dia, meskipun kondisi pasar keuangan global telah membaik akibat sentimen risk-on yang didorong oleh meningkatnya potensi penurunan suku bunga the Fed dan inflasi domestik yang stabil. Namun, bank sentral masih akan mempertimbangkan ketidakpastian global, terutama terkait kondisi geopolitik dan prospek pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan melambat.

Dia memperkirakan BI baru memulai menurunkan bunga acuan setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Fed secara definitif menurunkan suku bunga acuan Federal Funds Rate (FFR).

Ketidakpastian global terkait ketegangan geopolitik dan prospek pertumbuhan ekonomi global masih mengkhawatirkan, sehingga menimbulkan risiko bagi pergerakan rupiah meskipun kondisi ekonomi domestik Indonesia cukup kuat.

"Perlambatan ekonomi global ini dapat memberikan tekanan pada sektor eksternal Indonesia, sehingga meningkatkan risiko pelebaran defisit neraca transaksi berjalan di tengah tren ekspansi defisit fiskal," kata Josua.

Ruang pemangkasan suku bunga diperkirakan lebih terbuka di paruh kedua tahun 2024 jika kondisi eksternal terus membaik dan mendukung sentimen risk-on, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top