
Permintaan Global Terus Melemah
Foto: Sumber: BPS - KORAN JAKARTA/ONES» PMI Manufaktur Tiongkok sebagai mitra dagang terbesar Indonesia terus menurun.
» Impor beberapa komoditas ke depan diperkirakan akan mengalami peningkatan.
JAKARTA - Pasar ekspor Indonesia diperkirakan akan terus menyusut pada tahun ini setelah mencatat kinerja yang sangat positif pada tahun lalu karena booming harga komoditas. Menyusutnya ekspor itu karena permintaan global terus melemah seiring dengan berlanjutnya kebijakan otoritas moneter global memperketat pasar keuangan dengan kenaikan suku bunga.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, di Jakarta, Jumat (13/1), memperkirakan neraca dagang Indonesia pada Desember 2022 akan surplus 4,76 miliar dollar AS atau lebih rendah dibandingkan surplus pada November 2022 sebesar 5,16 miliar dollar AS karena kinerja ekspor yang lesu akibat penurunan harga komoditas dan pelemahan permintaan global.
Dia memperkirakan ekspor terkontraksi sebesar 0,24 persen pada Desember 2022 dibandingkan bulan sebelumnya. Namun demikian, secara tahunan ekspor masih tumbuh sebesar 7,62 persen atau menguat dibandingkan pertumbuhan pada November 2022 yang sebesar 5,58 persen.
"Harga batu bara turun, sementara harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) relatif datar pada Desember 2022 dibandingkan bulan sebelumnya. Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Tiongkok, yang merupakan mitra dagang terbesar Indonesia, terus menurun dari 49,4 persen pada November menjadi 49,0 persen pada Desember 2022," katanya.
Sementara itu, impor Indonesia pada Desember 2022 diperkirakan akan tumbuh 1,82 persen dibandingkan sebelumnya yang didorong oleh permintaan domestik yang membaik, sejalan dengan peningkatan PMI manufaktur, mobilitas masyarakat, dan permintaan musiman di akhir tahun, yang membayangi penurunan harga minyak.
"Namun secara tahunan, impor terkontraksi sebesar minus 9,58 persen atau lebih dalam dari kontraksi pada November 2022 sebesar minus 1,89 persen, di tengah base effect yang tinggi dari Desember 2021," katanya.
Dia memperkirakan neraca transaksi berjalan tahun ini akan menjadi defisit, namun masih dapat dikelola yakni sebesar 1,10 persen terhadap PDB, dari perkiraan surplus sebesar 1,05 persen terhadap PDB pada 2022.
"Kami melihat pertumbuhan ekspor akan melambat karena harga komoditas yang menurun, terutama batu bara dan IHK, didorong oleh permintaan global yang lesu di tengah meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global," katanya.
Meski diproyeksikan menyusut, surplus neraca dagang bisa bertahan lebih lama sebelum berubah menjadi defisit karena penurunan harga komoditas akan lebih bertahap setelah Tiongkok membuka kembali perekonomian.
Faisal juga memperkirakan pertumbuhan impor akan lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor pada tahun 2023 karena permintaan domestik akan terus menguat, menyusul pencabutan PPKM pada akhir tahun 2022 dan keputusan untuk melanjutkan proyek strategis nasional.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, yang dihubungi pada kesempatan terpisah, mengatakan turunnya surplus perdagangan karena kebutuhan impor yang naik untuk pemenuhan bahan baku di awal tahun 2023. Selain itu dari sisi ekspor ada kecenderungan melemah karena moderasi harga komoditas terutama sawit dan batu bara. Di berbagai negara tujuan ekspor juga tengah mengalami pelambatan indeks manufaktur.
Impor Barang Jadi
Menurut Bhima, hal yang perlu diwaspadai adalah meningkatnya impor barang jadi dan bahan baku karena permintaan dalam negeri melonjak setelah pencabutan PPKM. Begitu konsumen meningkatkan belanja, impor akan langsung naik bahkan bisa mengubah surplus dagang menjadi defisit perdagangan. Pelemahan kurs rupiah pun bisa mempengaruhi biaya impor sehingga secara nilai akan lebih besar.
"Impor pangan pun harus jadi perhatian khusus, kemarin sudah ada impor beras. Ke depan, beberapa komoditas diperkirakan akan meningkat nilai dan volume impornya, karena produksi dalam negeri belum mampu menutup kebutuhan masyarakat," jelasnya.
Sementara itu, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan kinerja ekspor yang menurun karena kondisi global yang sedang tidak berpihak.
"Konflik geopolitik, kebijakan zero Covid-19 di Tiongkok mengakibatkan penurunan permintaan global," ungkapnya.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Cegah Tawuran dan Perang Sarung, Satpol PP Surabaya Gencarkan Patroli di Bulan Ramadan
- 2 AWS Dorong Inovasi Melalui Pendidikan Berbasis STEAM
- 3 Ditlantas Polda Babel awasi pergerakan kendaraan lintas kabupaten
- 4 Penemuan Fosil Purba di Tiongkok Mengubah Sejarah Evolusi Burung
- 5 Persija Jakarta Kini Fokus Laga Lawan PSM Makassar
Berita Terkini
-
18 Tahun Setelah Film Pertama, Will Smith Pastikan I Am Legend 2 Dibuat
-
Kemenag Pastikan Seluruh Kuota Haji Khusus Tahun Ini Sudah Terisi
-
Studio Tour Harry Potter Pertama di Tiongkok akan Dibuka di Shanghai
-
Berselisih dengan Inggris, Apple Hapus Alat Keamanan Data dari Pelanggan
-
Bima Arya Tegaskan Retret Kepala Daerah Tingkatkan Kapasitas Kepemimpinan