Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Rabu, 13 Nov 2019, 00:04 WIB

Perkuat Investasi di Pengolahan Hasil Pertanian

*Investasi tersebut terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA)

Foto: Sumber: BKPM – Litbang KJ/and - KJ/ONES

JAKARTA - Pemerintah mesti segera mengantisipasi penurunan kemampuan realisasi investasi dalam menyerap tenaga kerja, antara lain dengan memperkuat pengembangan sektor berorientasi padat karya seperti sektor pertanian dan manufaktur.

Sebab, Indonesia dalam beberapa tahun mendatang akan menghadapi ledakan jumlah penduduk usia produktif saat bonus demografi tiba, sehingga membutuhkan lebih banyak penciptaan lapangan kerja.

Untuk itu, strategi yang perlu diprioritaskan adalah mendorong investasi di sektor agroindustri dari hulu sampai hilir dengan berbagai insentif dan kemudahan. Pasalnya, sektor tersebut mampu menciptakan lapangan kerja lebih banyak dibandingkan sektor lain.

Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Dwijono Hadi Darwanto, mengemukakan jumlah petani dan jumlah pekerja yang terserap di rantai nilai pertanian sampai hari ini masih sangat banyak. Sayangnya, mayoritas masih bergulat di sektor on farm dan sedikit lainnya di bidang penjualan yang terbatas pada barang mentah.

"Padahal untuk membuat pertanian berkontribusi besar bagi pertumbuhan dan serapan lapangan kerja, mereka harus diangkat untuk memproduksi bahan mentah mereka menjadi barang setengah jadi atau barang jadi," kata dia, ketika dihubungi, Selasa (12/11).

Sebab, apabila petani berkutat pada menjual hasil dalam bentuk segar atau bahan mentah maka mereka tidak mendapatkan nilai tambah dari produksinya. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bahwa petani harus mengerjakan sektor off-farm agar memperoleh nilai tambah yang tinggi. "Maka caranya permudah industri besar untuk masuk ke sektor ini. Itu memerlukan insentif seperti menurunkan pajak pengolahan hasil yang saat ini relatif tinggi," papar Dwijono.

Dia mencontohkan, pengolahan cokelat yang berasal dari kakao. Selama ini, pajak untuk pembelian bahan mentah memang murah, tapi untuk pengolahan menjadi cokelat dinilai cukup tinggi. Akibatnya, banyak petani yang menjual bahan mentah ke Malaysia dan Singapura sehingga nilai tambahnya dinikmati negara lain. "Buka dan permudah investasi di pengolahan hasil pertanian, nanti kesejahteraan petani akan terkerek ke atas," tukas Dwijono.

Sebelumnya dikabarkan, kemampuan investasi menyerap tenaga kerja di Indonesia dikabarkan kian menurun akibat peralihan investasi dari sektor manufaktur ke jasa.

Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) sepanjang Januari-September 2019 pada sektor manufaktur sebesar 147,3 triliun rupiah atau merosot 33,7 persen dibandingkan periode sama 2018 senilai 222,3 triliun rupiah.

Di sisi lain, serapan tenaga kerja dari realisasi investasi tercatat menyusut. Pada Januari-September 2019, serapan tenaga kerja sebanyak 703.296 orang, atau lebih kecil dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai 704.813 orang.

Kekuatan RI

Menanggapi hal itu, ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Achmad Ma'ruf, mengatakan bahwa Indonesia tidak bisa dininabobokan oleh industri 4.0, tapi melupakan struktur dasarnya.

"Tidak ada jalan lain, Indonesia mesti bergerak cepat dalam memperbaiki setting industri 3.0 berbasis agroindustri yang masih merupakan kekuatan nyata dalam negeri," jelas dia.

Ma'ruf menyatakan produktivitas di sektor manufaktur yang lemah karena pelemahan ekonomi dunia membuat penciptaan laba di sektor itu jadi terganggu. Sebagai sinyal dampak ekonomi global, itu menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam kerentanan rantai industri global. Indonesia terdampak besar karena kata kunci manufaktur, yakni efisiensi, kalah dengan negara lain di kawasan apalagi dari Tiongkok.

"Ini mesti menyadarkan kita, bereskan dulu revolusi industri 3.0 yakni berbasis pertanian seperti halnya Tiongkok yang sukses memodernisasi pertanian mereka dan lompat ke 4.0 untuk memasarkan produk mereka," papar dia.

Sementara itu, Direktur Core Indonesia, Muhammad Faisal, mengatakan penurunan investasi sektor manufaktur kalau dibiarkan akan sangat berisiko, terkait dengan terjadinya bonus demografi. YK/SB/WP

Penulis: Eko S, Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.