Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Peremajaan Sawit Rakyat

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

OLEH DR BAMBANG RIANTO RUSTAM, SE MM

Perkebunan kelapa sawit Indonesia yang mencapai 13 juta hektare, termasuk terluas dunia. Produksi tahunan sebesar 42 juta ton. Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit masih bagus karena konsumsi minyak sawit dunia tetap tinggi. Produk turunan pengolahan minyak sawit juga banyak, sedangkan kontribusi pada perekonomian Indonesia, utamanya terkait dengan kemampuan pendayagunaan sumber daya alam, penyerapan tenaga kerja, dan penghasil devisa negara, juga penting.

Melihat potensi tersebut, pengembangan areal perkebunan sawit tumbuh luar biasa sejak tahun tahun 80-an. Kala itu, pemerintah sangat giat mengembangkan tanaman ekspor perkebunan. Beberapa pertimbangan pengembangan sawit saat itu, antara lain potensi lahan, sumber daya, dan pasar terbuka luas. Pertani sawit saat ini menghadapi harga tanda buah segar (TBS) rendah. Selain itu, mendesak dilakukan peremajaan kebun sawit.

Desember hingga Januari ini merupakan hari-hari berat bagi petani sawit Indonesia karena terjadi penurunan harga TBS di banyak area. Misalnya di provinsi Riau dan Sumsel, harga TBS hanya 600 rupiah per kilogram. Anjloknya harga TBS ini tentu saja sangat merugikan karena upahnya per TBS saja 250 rupiah. Petani sawit hanya menerima 350 perkilogram TBS.

Rendahnya harga TBS ini merupakan dampak langsung dari petani sawit yang memilih untuk langsung menjual ke toke ketimbang ke pabrik kelapa sawit (PKS). Dengan harga TBS segitu akan menyulitkan petani secara finansial dalam merawat kebun seperti untuk membeli pupuk. Mereka mengutamakan hasil penjualan TBS untuk biaya hidup keluarga.

Krisis harga TBS telah terjadi beberapa bulan. Pengaruh pasar Eropa dan kampanye hitam minyak kelapa sawit amat berpengaruh terhadap harga TBS Indonesia. Kesuksesan pengembangan biji bunga matahari Uni Eropa sebagai pesaing tanaman sawit di masa depan tentu saja akan sangat menentukan industri perkebunan sawit di Indonesia, kelak.

Kendala

Umur ekonomis sawit sekitar 25 tahun. Dengan demikian jika sebagian besar kebun sawit Indonesia ditanam pada tahun 1980-an, maka rata-rata umur ekonomis sawit sudah lewat. Jadi, perlu segera diremajakan. Jika tidak, dikhawatirkan produksi sawit Indonesia akan semakin menurun.

Peremajaan perkebunan sawit tidak dapat ditunda. Hanya, memang banyak kendala untuk meremajakan sawit rakyat. Di antaranya, pendanaan bank, kemauan petani, dan perusahaan mitra, serta kejelasan status lahan. Pendanaan bank merupakan amat menentukan peremajaan sawit rakyat di masa lalu. Namun banyak bank besar enggan membiayai peremajaan sawit rakyat sekarang karena banyak perusahaan mitra enggan ikut peremajaan sawit rakyat. Alasannya, masalah administrasi, biaya, serta keberatan menjadi avalist kredit. Dengan tidak adanya perusahaan inti tentu akan menimbulkan ketidakpastian pembelian produksi kebun petani. Ujungnya, tidak ada kepastian pengembalian kredit kepada bank.

Aspek legalitas lahan merupakan faktor krusial dalam pembiayaan peremajaan sawit rakyat. Semakin rentannya masalah sosial perkebunan berkaitan dengan legalitas dan penguasaan lahan, makin menyulitkan. Masalah sosial dapat berpengaruh pada kinerja dan akhirnya bisa menyebabkan kredit macet.

Kegagalan utama dalam pendanaan bank terhadap peremajaan sawit rakyat karena tumpang tindih dan ketidakjelasan legalitas lahan. Untuk memenuhi persyaratan ini, perlu dipersiapkan sertifikat lahan yang legal dan tidak tumpang tindih. Harus diakui, banyak lahan petani tak bersertifikat. Tidak semua petani memiliki dana cukup untuk pengurusannya.

Mahalnya biaya sertifikasi lahan dan bea balik nama, serta status legalitas lahan yang belum memenuhi syarat, berpotensi menjadi masalah. Ini merupakan problem yang sering menghantui pelaksanaan peremajaan sawit rakyat.

Namun, peremajaan sawit rakyat dapat disinergikan dengan program sertifikasi tanah yang dilaksanakan dengan sukses oleh pemerintah Jokowi. Program sertifikasi ini amat strategis dalam menyukseskan peremajaan sawit rakyat. Mengapa? Karena dalam peremajaan sawit rakyat permasalahan yang sering terjadi, banyak kepemilikan lahan sudah berpindah tangan beberapa kali.

Ini menyulitkan untuk menemukan pemilik terakhir diajak ikut melaksanakan peremajaan. Maka, perlu langkah sinergis seluruh instansi terkait seperti Badan Pertahanan Nasional (BPN), pemda, serta pertimbangan keringanan biaya sertifikasi massal. Pembebasan biaya perolehan hak atas tanah perlu dipikirkan bila sepakat mendukung peremajaan sawit rakyat.

Dalam banyak kasus sering ditemui sejumlah petani enggan ikut serta program peremajaan karena sumber biaya belum jelas. Banyak petani belum siap mental meremajakan sawit rakyat. Sikap seperti ini malahan sering menyulitkan proses peremajaan sawit. Misalnya, minta grace period mulai mencicil kredit bank yang terlalu lama.

Selama puluhan tahun Indonesia telah membuktikan kemampuan sebagai negara yang mampu mengembangkan sawit rakyat. Sampai dengan hari ini pemerintah tiada berhenti untuk berharap agar ke depan program bio diesel 20 persen (b20) berhasil agar mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor minyak mentah.

Dengan berhasilnya program ini, kelak potensi sawit Indonesia akan bermanfaat luar biasa. Maka, tiada jalan untuk segera memikirkan terbosan dalam agenda menyukseskan peremajaan sawit rakyat.

Penulis Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti

Komentar

Komentar
()

Top