
Perbedaan yang Mencolok dengan Badak India
Foto selebaran yang dirilis oleh Taman Nasional Ujung Kulon dan tersedia pada tanggal 9 September 2015 menunjukkan seekor badak betina (kiri) dan seekor anak badak (kanan) berkeliaran di taman nasional Ujung Kulon.
Foto: AFP / TAMAN NASIONAL UJUNG KULONPenelitian terkini telah memicu pergeseran dalam klasifikasi Badak Jawa. Para peneliti mengusulkan agar badak tersebut direklasifikasi ke dalam genus baru, dengan nama ilmiah Eurhinoceros atau menjadi Eurhinoceros sondaicus. Perubahan ini didasarkan pada perbedaan yang jelas dalam gigi dan morfologi.
Badak Jawa dengan nama lama Rhinoceros sondaicus dan Badak India (Rhinoceros unicornis) keduanya berevolusi secara terpisah. Jalur evolusi mereka dibentuk oleh adaptasi mereka terhadap relung ekologi yang berbeda, bukan oleh hambatan geografis.
Famili badak mencakup lima spesies yang masih ada. Spesies tersebut adalah Badak Jawa, Badak India, Badak Putih (Ceratotherium simum), Badak Hitam (Diceros bicornis), dan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). Badak Jawa dan India memiliki satu cula, sedangkan yang lainnya memiliki dua cula. Famili dua cula terutama ditemukan di Afrika dan Asia.
Badak Jawa dan India telah mengembangkan adaptasi yang unik. Badak Jawa adalah hewan pemakan tumbuhan. Makanan utamanya adalah daun dan ranting. Sebaliknya, Badak India adalah hewan pemakan rumput. Badak ini memakan rumput dan tumbuhan yang tumbuh rendah. Perbedaan pola makan ini menghasilkan bentuk tengkorak dan struktur gigi yang berbeda.
Badak Jawa memiliki tengkorak ramping dan gigi yang lebih pendek, cocok untuk merumput. Bentuk kepalanya yang lebih lebar membantu dalam memakan tumbuhan berkayu. Badak India memiliki tengkorak yang lebih kuat dan gigi yang lebih tinggi, yang beradaptasi untuk merumput. Ciri morfologi ini mencerminkan perilaku makan mereka yang spesifik.
Mengenai perbedaan evolusi membantu dalam mengembangkan strategi yang ditargetkan untuk setiap spesies. Ini menandai pentingnya relung ekologis dalam kelangsungan hidup dan adaptasi spesies,” tulis studi yang dilakukan oleh ahli zoologi Francesco Nardelli dan ahli paleontologi Kurt Heißig.
Sangat Terancam Punah
Badak Jawa merupakan spesies yang sangat terancam punah dan saat ini termasuk salah satu mamalia besar paling langka di dunia. Hanya ada beberapa puluh saja yang masih hidup di Taman Nasional Ujung Kulon.
Badak Jawa pernah hidup di seluruh wilayah timur laut India dan Asia Tenggara. Di luar Ujung Kulon, badak Jawa terakhir hidup di Vietnam diburu pada tahun 2010. Dengan demikian saat ini hanya ada di Ujung Kulon dengan populasi kurang dari 75 individu yang tersisa.
Badak Jawa adalah hewan pemakan tumbuhan pada seperti pucuk daun, ranting, dan buah. Mereka menggunakan bibir atas yang dapat memegang untuk menggenggam dan memanipulasi tumbuhan. Kebiasaan makan mereka memainkan peran penting dalam menjaga keanekaragaman hayati habitat mereka dengan membentuk komunitas tumbuhan dan menyebarkan benih.
Penurunan jumlah mereka didorong oleh penggundulan, perburuan liar untuk diambil culanya, dan persaingan tanaman yang dikonsumsi badak dengan spesies tanaman invasif seperti pohon aren yang berdampak pada pengurangan ketersediaan makanan. Saat ini, diperkirakan 60 persen (18.000 hektar) bagian semenanjung Taman ditutupi pohon aren (B. Talukdar, 2009), yang menghalangi pertumbuhan makanan badak.
Upaya penebangan/pengelolaan pohon aren dimulai pada tahun 2010 di bagian Gunung Honje di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Hingga Desember 2018, 150 hektar pohon aren telah ditebang dari kawasan tersebut.
Badak Jawa terdaftar sebagai Sangat Terancam Punah dalam Daftar Merah IUCN. Upaya konservasi difokuskan pada perlindungan habitat mereka yang tersisa, pengendalian spesies invasif, dan memastikan populasi dipantau secara ketat.
Studi genetik telah menyoroti perlunya menjaga keragaman genetik untuk meningkatkan peluang mereka untuk bertahan hidup. Upaya juga sedang dilakukan untuk mengeksplorasi kelayakan membangun populasi kedua untuk mengurangi risiko kepunahan.
Badak Jawa harus berhadapan dengan perburuan liar meskipun terjadi penurunan karena upaya konservasi. Namun permintaan akan cula badak untuk pengobatan tradisional tetap menjadi ancaman bagi keberadaannya.
Badak Jawa memiliki keanekaragaman genetik yang rendah. Dengan populasi yang sangat kecil, badak Jawa menghadapi tantangan terkait perkawinan sedarah dan berkurangnya ketahanan terhadap perubahan lingkungan. hay
Berita Trending
- 1 Negara Paling Aktif dalam Penggunaan Energi Terbarukan
- 2 Pemko Pekanbaru Tetap Pantau Kebutuhan Warga Terdampak Banjir
- 3 Empat Kecamatan Dilanda Banjir, Pemkab Kapuas Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana
- 4 Wakil Ketua DPR lepas 100 bus Mudik Basamo ke Sumbar
- 5 Produktivitas RI 10 Persen di Bawah Rata-Rata Negara ASEAN
Berita Terkini
-
Jelang Lebaran, Pemerintah Masif Gencarkan GPM di Berbagai Daerah
-
Mudik Gratis Gelombang II, Pemprov DKI Sediakan 27 Bus Tambahan
-
Jelang Nyepi dan Lebaran, Pertamina Tambah Stok LPG dan BBM di Bali
-
3 Polisi Gugur Saat Gerebek Sabung Ayam, Polri Sampaikan Dukacita
-
TNI Beri Sanksi Oknum Terlibat Penembakan Polisi di Way Kanan Lampung