Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemilu 2019 I Asas Ketaatan pada Prinsip Sistem Pemilu Proporsional Dilanggar

Penyusunan Dapil Masih Bermasalah

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Keputusan KPU untuk menambah jumlah daerah pemilihan atau dapil ditengarai tidak sesuai dengan asas sistem Pemilu proporsional.

Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan 80 daerah pemilihan (dapil) untuk pemilihan legislatif tahun 2019, meningkat dibandingkan jumlah dapil pada Pemilu 2014 yang hanya 77. Namun dalam pandangan Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), August Mellaz, penyusunan dapil masih sisakan masalah.

Bahkan dari pemilu ke pemilu, masalah dalam penyusunan dapil tak pernah dibereskan. August menyebut soal pembiaran terhadap dapil loncat di pemilu-pemilu sebelumnya.Menurut dia, dapil loncat itu bertentangan dengan prinsip integralitas wilayah. Bahkan justru menambah jumlah dapil loncat yang baru.

Tidak hanya itu, penyusunan dapil juga tidak konsisten atau polanya tidak diketahui. "Di satu pihak memecah kecamatan jadi kelurahan-kelurahan, dan menggabungkannya dengan kecamatan lain seperti Kota Palangkaraya dan Kota Ambon. Praktek yang sama tidak diterapkan untuk untuk tempat lain seperti di Situbondo, Cilacap, dan Deli Serdang," kata August di Jakarta, Selasa (1/5).

Selain itu, lanjut August asas ketaatan pada prinsip sistem pemilu proporsional ternyata dilanggar. Bahkan itu terjadi pada dapil yang sejak awal tidak bermasalah seperti di Flores Timur, Simelue, Aceh Singkil, dan sebagainya.August juta melihat ketiadaan alat ukur dalam penyusunan dan pembentukan dapil DPRD kabupaten atau kota.

Juga tidak adanya penjelasan dan argumentasi dalam setiap keputusan perubahan peta dapil. " Prinsip kekompakan (kohesivitas) yang berguna sebagai instrumen kontra gerrymandering juga tidak diterapkan," ujarnya. Parahnya lagi kata August, dapil bermasalah atau melanggar prinsip integralitas wilayah (gerrymandering) di Pemilu 2014 tidak dibereskan.

Lalu, pada Pemilu 2019 justru memunculkan dapil-dapil bermasalah yang baru. August sendiri mencatat pada Pemilu 2009, terdapat 15 dapil DPRD kabupaten atau kota bermasalah tersebar di 10 provinsi. Kemudian pada Pemilu 2014, terdapat 32 dapil DPRD kabupaten atau kota bermasalah yang meliputi 14 provinsi.

"Nah, di Pemilu 2019, terdapat 24 provinsi yang terpapar oleh 45 dapil DPRD kabupaten atau kota bermasalah," ujarnya. August sendiri melihat setelah 4 kali pemilu demokratis, profesionalisasi penyelenggara pemilu, khususnya terkait isu daerah pemilihan, tidak terjadi. Tidak ada prioritas yang jelas untuk menyelesaikan sejumlah dapil bermasalah.

Justru menambah daftar inventaris masalah baru. Pembiaran atas masalah lama dan munculnya masalah baru, merupakan sinyal kuat lemahnya pemahaman, supervisi KPU pada jajaran tingkat bawah. Dan absennya penghormatan terhadap ketentuan peraturan dalam hal ini UU dan PKPU. "Potret masalah yang terjadi, menunjukkan sinyal kuat bahwa Bawaslu tidak menjalankan fungsi dan kewenangannya secara optimal," katanya.

Penambahan Kursi DPR

Sebelumnya, Anggota KPU, Ilham Saputra mengatakan, jumlah total dapil pada Pemilu 2019, lebih banyak dibanding pada Pemilu 2014. Seperti diketahui pada Pemilu 2014, jumlah dapil sebanyak 77 dapil. Untuk Pemilu 2019, jumlah dapil yang ditetapkan sebanyak 80 dapil. Penambahan dapil itu terjadi di tiga wilayah, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, dan Nusa Tenggara Barat.

"Penambahan jumlah dapil ini memang tidak dilepas dari penambahan jumlah kursi DPR," ujarnya. Seperti diketahui lanjut Ilham, pada Pemilu 2019, terjadi penambahan kursi anggota DPR yang diperebutkan dari 560 kursi pada pemilu sebelumnya, meningkat menjadi 575 kursi. Tentu, penambahan kursi ini juga berdampak pada perubahan serta bertambahnya jumlah dapil, selain adanya daerah otonom baru. ags/AR-3

Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top