Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Pemilu 2024

Penundaan Miliki Konsekuensi Berat

Foto : istimewa

Pengamat Politik Universitas Brawijaya Malang Dr Wawan Sobari

A   A   A   Pengaturan Font

MALANG - Pengamat Politik Universitas Brawijaya Malang Dr Wawan Sobari mengatakan bahwa gagasan untuk menunda pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 memiliki konsekuensi yang cukup berat.

"Penundaan pelaksanaan Pemilu 2024 memiliki konsekuensi untuk mengubah undang-undang, yang dijadikan dasar hukum penundaan tersebut," katanya di Malang, Jumat (25/2).

Wawan menjelaskan, penundaan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berbeda dengan penundaan Pemilu untuk menentukan presiden Indonesia. Hal itu dikarenakan penundaan pemilu berkaitan dengan masa jabatan presiden.

Dalam penundaan pilkada, lanjutnya, akan ada pejabat pengganti. Gubernur bisa digantikan oleh pejabat dari Kementerian Dalam Negeri dan untuk bupati dan wali kota akan diisi oleh pemerintah provinsi.

"Pemilu mundur satu tahun, maka akan ada kekosongan kekuasaan, termasuk juga anggota legislatif. Menunda pilkada tidak masalah, pejabat penggantinya itu ada. Tapi kalau presiden dan anggota legislatif, penggantinya dari mana. Ini merupakan konsekuensi panjang," tuturnya.

Ia menambahkan, apabila masa kepemimpinan presiden diperpanjang pada masa penundaan pemilu, hal itu sulit dilakukan mengingat presiden yang menjabat saat ini telah memimpin selama dua periode.

"Tapi kalau diperpanjang masa jabatan apa mungkin? Sudah dua periode. Jelas kalau ke isu perpanjangan agak susah," ucapnya.

Terkait latar belakang gagasan untuk menunda pelaksanaan pemilu 2024 untuk memberikan kepastian berusaha bagi para pengusaha maupun investor di Indonesia, lanjutnya, sebaliknya, penundaan hanya akan memberikan ketidakpastian hukum bagi para pengusaha itu sendiri. Kalaualasan itu pada kepastian, justru kalau tidak ada presiden definitif, malah tidak ada kepastian," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengusulkan untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024 dengan alasan untuk mempertahankan momentum pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Gagasan tersebut disampaikan Cak Imin usai mendengarkan masukan dari beberapa pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), analis ekonomi dan para pebisnis. Jika Pemilu digelar pada 2024, ia khawatir masa transisi kekuasaan menyebabkan ketidakpastian pada sektor ekonomi dan bisnis.

Politis

PengamatPolitik Universitas Paramadina A Khoirul Umam menilai wacana menunda pemilihan umum 2024 sampai 1-2 tahun merupakan usulan yang sarat kepentingan politik. Ide itu juga tidak mencerminkan semangat demokrasi di Indonesia.

Menurut Umam, pemulihan ekonomi akibat Covid-19 yang kerap dijadikan alasan penundaan tidak dapat diterima karena Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 digelar pada masa pandemi.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Antara, Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top