Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Penggunaan ‘Sultan Ground’ oleh Rakyat Yogya, Perlu Dialog Agar Lebih Istimewa

Foto : The Conversation/Shutterstock/DH Saragih

Papan tanda multi arah di Titik Nol Kilometer Yogyakarta.

A   A   A   Pengaturan Font

Dalam hal pertanahan, undang-undang tersebut mengatur adanya kewenangan lokal yang tidak dimiliki daerah lain, yaitu hak kepemilikan Kasultanan dan Pakualaman sebagai entitas subjek hukum. Artinya, Kasultanan dan Kadipaten memiliki kekuasaan untuk mengelola seluruh tanah miliknya di Yogyakarta yang disebut dengan sultan ground (SG).

Sayangnya, keistimewaan terkait SG ini memunculkan beberapa persoalan. Salah satunya adalah pengenaan biaya sewa (dikenal dengan istilah pisungsung) yang jumlahnya cukup besar dan memberatkan masyarakat sehingga berlawanan dengan ketentuan pertanahan sesuai pasal 32 ayat (4) dan (5) UU No 13/2012 tentang keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu, "ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat."

Dualisme 'pisungsung'

Saat ini, telah terjadi pergeseran makna pisungsung dari yang bersifat kultural dan personal, menjadi ekonomi dan bisnis.

Secara umum, pisungsung berarti persembahan atau hadiah kepada raja dalam bahasa Jawa. Di beberapa tempat, pemberian hadiah dari rakyat kepada raja dianggap sebagai ritual budaya dan keagamaan, termasuk di Jawa.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top