Penggunaan Sanksi Pidana dalam Penggunaan Aplikasi Peduli Lindungi Dikritik
Aplikasi Peduli Lindungi.
Menurut Genoveva, hal ini merupakan kesalahan yang lagi-lagi dilakukan pemerintah, yang terus mempromosikan penggunaan ancaman sanksi pidana untuk menjamin kepatuhan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19. Ia pun mengingatkan proposal untuk menggunakan sanksi pidana harus dipikirkan dengan matang, seksama dan proporsional.
"Penggunaan sanksi pidana untuk penanggulangan Covid-19 telah menunjukkan kesemerawutan dan diskriminatif. Sebelumnya, pemerintah pernah menerapkan sanksi pidana bagi pelanggar PPKM berdasarkan Instruksi Mendagri Nomor 16 Tahun 2021. Instruksi ini menyampaikan bahwa pelanggar PPKM dapat dikenai sanksi pidana melalui berbagai macam instrumen hukum seperti Pasal 212 sampai dengan Pasal 218 KUHP, pasal pidana dalam UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, pasal pidana dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Perda, Perkada, dan ketentuan lain," tuturnya.
Jika diperhatikan lebih lanjut, kata Genoveva, masing-masing aturan tersebut memuat ketentuan unsur tindak pidana yang spesifik. Sedangkan dalam penerapannya tidak sesuai dengan unsur pidana yang dimaksud. Bahkan penggunaan Pasal 212, 218 KUHP tentang melanggar perintah petugas tidak tepat digunakan, memunculkan kesewenangan.
Berbagai macam upaya-upaya yang merendahkan dan bersifat menghukum, seperti misalnya penyiraman usaha kaki lima yang masih beroperasi pada jam yang diperbolehkan dengan fasilitas milik Pemadam Kebakaran di Madiun, diterapkan tanpa adanya dasar hukum yang jelas dan proporsionalitas antara pelanggaran dengan sanksi yang diberikan.
"Disproporsional ditemukan terjadi kepada pedagang-pedagang skala menengah hingga kecil atau bahkan pedagang kaki lima apabila dibandingkan dengan pelaku usaha skala besar, ataupun antara masyarakat biasa dengan masyarakat dengan profil tertentu," ujarnya.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Marcellus Widiarto
Komentar
()Muat lainnya