Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tabungan Perumahan I Pemerintah Tergesa-gesa Terbitkan Aturan Iuran Tapera

Pengelolaan Dana Rakyat Selama Ini Kacau

Foto : ANTARA

Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA)

A   A   A   Pengaturan Font

» Dana publik yang dikumpulkan untuk membiayai beberapa kegiatan pemerintah rawan dikorupsi.

» Tujuan Tapera mengumpulkan dana sangat mengambang antara investasi atau arisan kepemilikan rumah.

JAKARTA - Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang baru dikeluarkan langsung menuai kontroversi di masyarakat, terutama di dunia usaha dan para pekerja. Meskipun baru akan diberlakukan pada 2027 mendatang, namun reaksi dan perhatian publik sangat besar karena sifat aturannya yang mengikat dan wajib, terutama potongan wajib penghasilan 3 persen.

Bukan hanya karena status PP yang bersifat mengikat atau diwajibkan, tetapi juga karena dinilai menjadi beban tersendiri bagi para pekerja. Mengacu pada PP tersebut, setiap pekerja di berbagai sektor dan bidang, baik Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun non ASN akan dikenai potongan wajib sebesar 3 persen.

Tapera akan dibebankan 0,5 persen kepada perusahaan, sedangkan 2,5 persen sisanya ditanggung oleh pekerja. Salah satu segmen kelas masyarakat pekerja yang mendapat dampak kurang menguntungkan dari kebijakan Tapera adalah pekerja lepas atau freelancer.

Karena tidak terikat oleh perusahaan maka setiap pekerja lepas akan menanggung sendiri biaya potongan Tapera sebesar tiga persen penuh.

Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Rizal Edi Halim, menilai pemerintah terlalu tergesa-gesa menerbitkan aturan iuran Tapera. Padahal itu merupakan potongan gaji para pekerja, namun tenaga kerja dan pelaku usaha terkesan tidak dilibatkan.

"Ini kan iuran yang diambil dari potongan gaji tenaga kerja, semestinya mereka dilibatkan dalam pembahasannya, begitu juga pelaku usaha atau industri karena nanti terkait dengan mereka," tegas Rizal.

Sangat wajar, kata Rizal, aturan yang baru diteken itu menuai resistensi atau tekanan dari publik yang khawatir akan dananya yang disimpan di Tapera. Makanya menurut dia, idealnya sebelum suatu aturan diimplementasikan, harus ada sosialisasi terlebih dahulu.

"Jangan buru-buru diterbitkan aturannya tanpa ada sosialisasi terlebih dahulu," papar Rizal.

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, menegaskan secara prinsip kebijakan yang diambil oleh pemerintah harus berpihak pada masyarakat, bukan sebaliknya justru merugikan masyarakat.

"Jangan sampai, Tapera ini salah satu bentuk kegagalan pemerintah dalam mengoptimalkan pendapatan negara, termasuk menarik investasi, dan kemudian memilih jalan mengumpulkan dana publik untuk membiayai beberapa kegiatan pemerintah yang rawan terhadap praktik korupsi. Terlebih, selama ini terkait pengelolaan dana publik, pemerintah masih lemah tingkat transparansi dan akuntabilitasnya, misalnya dana umat (haji) dan AJB Bumiputera," tegas Badiul.

Iuran Tapera, katanya, juga ditolak sebagian pekerja karena justru menjadi permasalah baru. Pemerintah seharusnya lebih bijak, apalagi di tengah kondisi perekonomian saat ini, di mana harga-harga bahan pokok juga mahal, belum lagi dampak melemahnya rupiah atas dollar AS.

"Sosialisasi yang minim menjadi masalah sendiri dan yang jelas, dengan kondisi saat ini bukan waktu yang tepat bagi pemerintah memaksakan program Tapera," kata Badiul.

Dihubungi terpisah, peneliti ekonomi Celios, Nailul Huda, mempertanyakan apakah benar Tapera bisa menyelesaikan masalah backlog rumah di Indonesia. Secara aturan, kewajiban ini sudah berjalan dari tahun 2018 atau dua tahun setelah UU Tapera terbit.

"Apakah sudah menyelesaikan masalah backlog perumahan? Nyatanya, backlog perumahan masih terlampau tinggi. Bank Tabungan Negara juga sudah disuntik PMN jumbo pada 2023 untuk membantu kepemilikan rumah," ujarnya.

Sangat Mengambang

Menurut Huda, tujuan Tapera sangat mengambang antara investasi atau arisan kepemilikan rumah. Dalam beleid Tapera, dana yang dikumpulkan dari peserta dikelola ke dalam beberapa portofolio investasi, yaitu ke korporasi 47 persen, Surat Berharga Negara (SBN) 45 persen, dan sisanya deposito.

"Dalam beleid tersebut juga disebutkan bahwa peserta berhak menerima informasi dari manajer investasi tentang dana dan hasil dari dana kita. Apakah kita diberitahukan setiap bulan di mana posisi kekayaan kita?" ungkapnya.

Wakil Rektor Tiga, Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, mengatakan pemerintah harus berhati-hati menetapkan program seperti Tapera karena track record pengelolaan dana publik selama ini yang belum bebas korupsi.

"Meskipun salah satu tujuan Tapera adalah nendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dengan dimilikinya rumah yang layak huni oleh masyarakat, namun bagaimanapun pemerintah harus memahami respons publik yang akhir-akhir ini sudah mulai menunjukkan penolakan. Bahkan, kalau melihat pengelolaan serupa yang diselewengkan, pemerintah harus bisa menjamin atau paling tidak menjelaskan ke publik bagaimana nanti dana mereka dikelola dengan amanah," kata Surokim.

Sebelumnya, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, menyebut kepesertaan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) prinsip awalnya bersifat sukarela.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top