Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penegakan Hukum l Organisasi HAM Internasional Soroti Kasus Pulau Pari

Pengadilan Harus Bebaskan Nelayan Pulau Pari

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Penderitaan nelayan dan warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu menjadi perhatian organisasi HAM Internasional.

JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Utara diminta membebaskan semua tuduhan terhadap nelayan kecil di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

"Mendesak hakim membebaskan semua tuduhan terhadap nelayan skala kecil, seperti Sulaiman dan masyarakat Pulau Pari lainnya," ujar Sekretaris Jenderal FoodFirst Information and Action Network (FIAN) International, Sofia Monsalve, dalam keterangannya, Rabu (3/10).

Organisasi hak asasi manusia internasional, FIAN Internasional adalah organisasi yang bekerja untuk implementasi hak atas pangan dan gizi di seluruh dunia.

Pihaknya mengaku telah melayangkan surat kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk menyikapi Perkara Pidana No 374/Pid.B/2018/PN.Jkt.Utr. (Kriminalisasi terhadap Nelayan di Pulau Pari). Pihaknya meminta majelis hakim agar mengeluarkan keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa dakwaan tersebut batal demi hukum, tidak berlaku atau tidak dapat diterima, serta membebaskan terdakwa dari biaya litigasi dan biaya peradilan lainnya.

"Sebagai negara pihak peratifikasi Konvensi Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Indonesia wajib mematuhi hukum hak asasi manusia internasional untuk menghormati dan melindungi hak atas pangan dan gizi semua penduduknya, termasuk nelayan tradisional skala-kecil dan keluarga mereka di Pulau Pari," katanya.

Dia mengatakan nelayan tradisional skala- kecil Pulau Pari bergantung pada akses tak terbatas terhadap sumber daya pesisir dan laut untuk memastikan hak mereka atas pangan dan gizi. Hal ini saling terkait secara erat dengan hak asasi manusia lainnya (misalnya hak untuk bekerja).

"Lebih lanjut, kasus kriminalisasi tersebut sudah berdampak pada kemampuan nelayan tradisional skala-kecil untuk memenuhi kebutuhan makan secara memadai dan layak," ungkapnya.

Menurutnya, proses peradilan yang lama, panjang dan mahal mempengaruhi nelayan tradisional skala kecil yang terkriminalisasi. Salah satunya adalah terganggu kehidupan nelayan dari pekerjaan sehari-hari sehingga sangat mempengaruhi penghidupan dan pendapatan keluarga nelayan.

"Dugaan upaya untuk memprivatisasi Pulau Pari dan upaya untuk mengintimidasi masyarakat penduduk Pulau Pari untuk menyerahkan tanah mereka melalui kriminalisasi nelayan tradisional skala kecil mengancam hak atas pangan dan gizi dari nelayan skala kecil dan keluarga mereka dan hak asasi manusia yang diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Konvensi Hak Ekonomi Sosial dan Budaya), Pasal 11, di mana Indonesia merupakan negara pihak," jelasnya.

Suara Warga

Salah satu warga Pulau Pari, Asmaniah mengaku akan terus mendampingi warga Pulau Pari yang dikriminalisasi, Sulaiman dalam setiap persidangan. Termasuk saat Sulaiman yang juga ketua RW Pulau Pari menjalani persidangan untuk agenda penyampaian Pledoi atau Pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara kemarin.

"Walaupun kami harus bermalam di kapal kami akan tetap datang mendukung Pak RW kami, karena kami yakin dia tidak bersalah, dia dipaksa bersalah," katanya.

Menurut Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana yang juga hadir memberikan dukungan kepada Warga Pulau Pari, tuntutan jaksa penuntut umum cukup janggal. Pasalnya, kata Arif, dalam tuntutan yang dibacakan tanggal 25 September 2018 yang lalu, Jaksa tidak memasukkan atau mungkin dapat dikatakan menghilangkan beberapa fakta persidangan.

"Jaksa tidak memasukkan beberapa kesaksian dan keterangan yang diucapkan saksi di depan persidangan, sehingga tuntutan yang 1 tahun 6 bulan kepada klien kami, sungguh-sungguh tidak patut," tegasnya.

pin/P-5


Redaktur : M Husen Hamidy
Penulis : Peri Irawan

Komentar

Komentar
()

Top