Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Rabu, 04 Sep 2024, 10:56 WIB

Penerapan SDGs Masih Setengah Hati

PROYEK “FOREST CITY” | Sejumlah warga berjalan santai di Taman Hutan Hujan Tropis Indonesia (TH2TI), Perkantoran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Minggu (28/7). TH2TI yang memiliki koleksi 50 ribu pohon dengan luas lahan tanam mencapai 90 hektare tersebut merupakan upaya pemerintah setempat untuk mempertahankan kebaradaan tanaman hutan endemik dan menjadi percontohan pembangunan hutan kota berkelanjutan (forest city) di Ibu Kota Nusantara (IKN).

Foto: ANTARA/BAYU PRATAMA S

JAKARTA - Indonesia beserta negara lain di dunia belum secara serius mengejar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Suistainable Development Goals (SDGs). Bahkan, mereka terkesan hanya serius di atas kertas saja, namun minim di tingkat implementasi.

Peneliti Lingkungan Hidup dari Sustainability Learning Center (SLC), Hafidz Arfandi, mengatakan dari data United Nations (UN) SDGs, hanya 48 persen target berada dalam jalurnya alias on the track. "Sisanya masih lemah, bahkan 15 persen justru regresif atau memburuk," ucap Hafidz kepada Koran Jakarta, Selasa (3/9).

Menurut Hafidz, dalam waktu enam tahun tersisa apabila tidak ada komitmen serius dari para pihak di tingkat global ataupun nasional, Indonesia akan mengalami kegagalan sebagaimana Millenium Development Goals (MDGs).

Padahal, berbagai upaya serius sudah dilakukan untuk mengimplementasikan SDGs di tingkat pemerintah hingga level terbawah serta melibatkan bisnis. "Tetapi, belum ada orkestrasi untuk mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada agar mencapai hasil maksimal," urainya.

Indonesia menekankan pentingnya perubahan transformatif guna mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Suistainable Development Goals (SDGs).

Hal itu disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, dalam sambutannya pada High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF MSP) 2024 di Badung, Bali, awal pekan ini.

Dia memaparkan hanya 15 persen dari target SDGs yang berada di jalur yang benar, sementara banyak lainnya mengalami kemunduran.

Akibatnya, lebih dari separuh populasi dunia berisiko tertinggal dan tidak terlibat sebagai subjek pembangunan. Kondisi itu diperburuk oleh munculnya berbagai tantangan global, mulai dari ketegangan geopolitik, ketimpangan, kemiskinan ekstrem, perubahan iklim, pandemi global, krisis keuangan, hingga gangguan rantai pasokan global.

Untuk itu, papar dia, Indonesia menyerukan adanya langkah transformatif dan kerja sama internasional yang lebih kuat dan kritis dari sebelumnya.

Inovasi Pembiayaan

Koordinator Tim Ahli Sekretariat Nasional SDGs Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Yanuar Nugroho, mengatakan perlu adanya inovasi pembiayaan guna memenuhi target SDGs.

Yanuar mengungkapkan kebutuhan pendanaan untuk SDGs meningkat 700 miliar dollar AS dari target sebelum pandemi Covid-19, yakni dari satu triliun dollar AS menjadi 1,7 triliun dollar AS.

Sementara sumber pendanaan tidak bisa sepenuhnya bergantung pada pemerintah. "Ada pendanaan dari sektor swasta. Ada yang sifatnya investasi, ada juga yang sekarang disebut sebagai innovative financing atau pembiayaan inovatif. Indonesia sedang mengejar itu," ujar dia, di Badung, Bali.

Dia mencontohkan pemerintah mengeluarkan Surat Utang Negara (SUN) SDG atau SDG bond. Langkah ini merupakan salah satu cara memobilisasi dana dari sektor non-pemerintah.

Skema lain yang penting adalah pembiayaan campuran atau blended finance, di mana dana pemerintah digabungkan dengan dana swasta untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.