Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pemulung Vs Koruptor

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Hari-hari ini seperti tiada henti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkapi para tersangka korupsi. Terbaru, KPK menggelandang sejumlah pejabat dari Tulungagung dan Blitar, Jatim. Untuk perkara di Tulungagung, KPK menetapkan para tersangka. Mereka adalah Bupati Syahri Mulyo, swasta Agung Prayitno, Kadis PUPR Pemkab Tulungagung, Sutrisno, dan swasta kontraktor Susilo Prabowo. Kemudian buat kasus Blitar, KPK juga telah menetapkan para tersangka. Mereka adalah Wali Kota M Samanhudi Anwar, swasta Bambang Purnomo, dan kontraktor Susilo Prabowo.

Barangkali para kepala daerah yang tertangkap korupsi itu sebagai orang-orang paling bodoh di negeri ini. Betapa tidak, tiap hari ada penangkapan kepala daerah, tetapi mereka tidak juga belajar. Sekarang sepertinya, korupsi menjadi jalur cepat memperkaya diri. Inikah khas orang Indonesia, maunya cepat kaya, tanpa bekerja keras? Mungkin untuk sebagian (besar) masyarakat Indonesia seperti itu.

Tetapi masih ada juga orang (walau tak banyak) yang hidupnya mulia karena berpegang teguh pada kejujuran. Kejujuran awal dari segala-galanya. Jujur pada diri sendiri menjadi pondasi kemuliaan hidup seseorang. Begitu tidak jujur, orang tak bisa diharapkan. Apa pun akan berjalan buruk karena pijakannya tidak jujur.

Jubaidi mungkin salah satu orang paling mulia hidupnya di negeri ini. Memang dia hanya seorang pemulung, tetapi jujur luar biasa. Seorang pemulung tentulah serbakekurangan. Dia miskin, tidak punya rumah, makan tak tentu. Hidup dari mengais sampah. Bahkan hidup dari sampah kita yang mungkin serbakelebihan.

Jubaidi (65) hanyalah seorang renta asal Umbulharjo, Yogyakarta, yang kerjanya setiap hari berkeliling mengambili sampah-sampah buangan orang kaya yang tidak berbudaya karena melempar sampah sembarangan. Saat sedang menjalankan pekerjaan rutin tersebut, dia menemukan tas oranye di tepi Jalan Veteran, Yogyakarta.

Setelah dibuka, dia amat terkejut karena di dalamnya terdapat tumpukan uang hampir memenuhi tas. Nanti setelah dihitung jumlahnya fantastis…20 juta rupiah. Merasa bukan miliknya, ia pun segera mencari pemilik tas dengan berkeliling di sekitar lokasi penemuan. Namun, sampai beberapa lama, kakek kelahiran Mojokerto ini tidak menemukan. Ia pun berinisiatif menyerahkannya ke kantor kepolisian

Tetangganya yang mendengar cerita Jubaidi mengatakan bodoh karena tidak mengambilnya, dia tidak mencuri. Apalagi ini menjelang Lebaran saat banyak orang memerlukan uang untuk berbagai keperluan. Pendeknya, para kenalannya menyalahkan Jubaidi dan menganggapnya linglung.

Begitulah cara berpikir orang pandai. Begitulah logika orang kaya. Tetapi berbeda dengan Jubaidi. Dia tidak berpikir, tetapi berhati. Hatinya mengatakan bukan miliknya. Hatinya mendorong harus mengembalikan uang tersebut. Kalaupun Jubaidi memilikinya juga tidak salah, tetapi itu cara hidup orang yang bermoral minimal, yang penting tidak mencuri. Seperti itulah kebanyakan cara kita berpikir: yang penting tidak mencuri. Tetapi Jubaidi tidak mau hidup hanya bermoral minimal. Dia mau moral yang lebih tinggi: dengan mengembalikan uang. Kalau sekadar tidak mencuri, hanyalah cara hidup moral pas-pasan, tidak ada nilai lebihnya. Jubaidi mengajarkan hidup jangan hanya bermoral pas-pasan. Kalau hanya bermoral pas-pasan, apa bedanya kita dengan kucing yang juga tidak mencuri. Kita bernalar jadi harus hidup melebihi kucing, dengan meniru Jubaidi, yang memiliki moral lebih.

Orang seperti Jubaidi, "dapat diterima nalar" kalau dia mengambil uang itu karena serbakekurangan. Tetapi dia tidak dapat menerima nalar seperti itu karena uang tersebut bukan miliknya. Koruptor mengambil uang rakyat dari kondisi serbakelebihan. Jubaidi mengembalikan uang temuan dalam kondisi serbakekurangan. Ada baiknya kita merasakan kekurangan seperti Jubaidi agar diajar untuk hidup jujur. Koruptor tidak bisa hidup jujur karena hatinya tertutup ketamakan. Semoga semakin banyak jubaidi di negeri ini.

Komentar

Komentar
()

Top