Pemimpin Baru Suriah akan Tarik Senjata dari Tangan Nonmiliter
Pemimpin baru Suriah, Ahmed al-Sharaa (kanan), berjabat tangan dengan Menlu Turki, Hakan Fidan, di Damaskus, pada Minggu (22/12). Usai pertemuan dengan Menlu Fidan, pemimpin baru Suriah mengatakan bahwa pemerintahan transisi di Damaskus
Foto: AFP/TURKISH FOREIGN MINISTRYDAMASKUS - Dua pekan setelah merebut kekuasaan dalam serangan besar-besaran, pemimpin baru Suriah, Ahmed al-Sharaa, pada Minggu (22/12) mengatakan semua senjata di negaranya, termasuk yang dimiliki oleh pasukan pimpinan Kurdi, akan dikuasai oleh negara.
Hal itu diutarakan Sharaa ketika berbicara bersama Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, setelah sebelumnya bertemu dengan para pemimpin Druze Lebanon dan berjanji untuk mengakhiri "campur tangan negatif” di negara tetangga tersebut.
Pemberontak yang didukung Ankara memainkan peran kunci dalam mendukung kelompok Islamis Sharaa, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang memimpin aliansi pemberontak dan merebut Damaskus pada 8 Desember lalu dan menggulingkan penguasa lama, Bashar al-Assad.
Dalam konferensi pers dengan Menlu Fidan, Sharaa mengatakan faksi-faksi bersenjata Suriah akan mulai mengumumkan pembubaran mereka dan bergabung dengan tentara.
"Kami sama sekali tidak akan mengizinkan adanya senjata di negara ini yang berada di luar kendali negara, baik dari faksi revolusioner maupun faksi yang ada di wilayah SDF," ucap Sharaa, mengacu pada Pasukan Demokratik Suriah yang dipimpin Kurdi.
Sharaa juga mengatakan bahwa pemerintah transisinya akan berupaya melindungi sekte dan kelompok minoritas dari segala serangan yang terjadi di antara mereka dan dari aktor "eksternal" yang memanfaatkan situasi untuk menimbulkan perselisihan sektarian.
"Suriah adalah negara untuk semua dan kita bisa hidup berdampingan," tegas dia.
Sementara itu Menlu Fidan dari Turki mengatakan sanksi terhadap Suriah harus dicabut secepatnya dan ia menyerukan agar masyarakat internasional untuk bergerak membantu Suriah bangkit kembali dan agar para pengungsi dapat kembali.
Perang saudara di Suriah yang berlangsung hampir 14 tahun telah menewaskan lebih dari setengah juta orang dan membuat lebih dari separuh penduduknya mengungsi, banyak dari mereka mengungsi ke negara tetangga, termasuk 3 juta orang lari ke Turki.
Turki telah mempertahankan hubungan yang kuat dengan para pemimpin baru Suriah dan masih melanjutkan operasi militer terhadap wilayah yang dikuasai Kurdi di Suriah timur laut.
Ankara menganggap Unit Perlindungan Rakyat (YPG), komponen utama SDF, terkait dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang militan di dalam negeri, dan dianggap sebagai organisasi teroris oleh Turki dan sekutu Barat.
Akhiri Campur Tangan
Sementara itu dalam pertemuannya dengan para pemimpin Druze Lebanon, Walid dan Taymur Jumblatt, Sharaa mengatakan Suriah tidak akan lagi terlibat dalam campur tangan negatif apa pun di Lebanon.
Suriah, ucap Sharaa, akan menjaga jarak yang sama dari siapapun di Lebanon seraya mengakui bahwa Suriah telah menjadi sumber ketakutan dan kecemasan bagi tetangganya.
Walid Jumblatt, seorang kritikus keras Assad dan ayahnya, Hafez, yang memerintah Suriah sebelum dia, tiba di Damaskus pada Minggu sebagai kepala delegasi anggota parlemen dari blok parlemennya dan tokoh agama Druze.
Pada 1976, tentara Suriah memasuki Lebanon dan baru meninggalkan negara tetangganya itu pada 2005 setelah ada tekanan besar dan protes massa menyusul pembunuhan mantan Perdana Menteri Rafik Hariri, pembunuhan yang dikaitkan dengan Damaskus dan sekutunya, kelompok Hizbullah Lebanon yang didukung Iran.
Perebutan kekuasaan oleh kelompok HTS, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh banyak pemerintah, termasuk Amerika Serikat (AS), telah memicu kekhawatiran, meskipun kelompok tersebut dalam beberapa tahun terakhir berupaya untuk memoderasi citranya.
Kekuatan global, termasuk AS dan Uni Eropa telah meningkatkan kontak dengan para pemimpin baru negara yang dilanda perang itu, mendesak mereka untuk menjamin perlindungan bagi perempuan dan kaum minoritas. Selain itu para pemimpin asing juga menekankan pentingnya memerangi terorisme dan ekstremisme.
Assad diketahui telah lama memainkan peran strategis dalam poros musuh Iran, sebuah aliansi longgar pasukan proksi regional yang bersekutu melawan Israel, khususnya dalam memfasilitasi pasokan senjata ke Hizbullah di negara tetangga Lebanon.
Poros tersebut telah menderita pukulan hebat selama setahun terakhir dengan penghancuran kepemimpinan Hizbullah di Lebanon dan Hamas di Gaza oleh Israel. AFP/I-1
Berita Trending
- 1 Dorong Sistem Pembayaran Inklusif, BI Hadirkan Tiga Layanan Baru BI-Fast mulai 21 Desember 2024
- 2 Kenaikan PPN 12% Bukan Opsi Tepat untuk Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Butuh Terobosan
- 3 Pemerintah Harus Segera Hentikan Kebijakan PPN 12 Persen
- 4 Desa-desa di Indonesia Diminta Kembangkan Potensi Lokal
- 5 Libur Panjang, Ribuan Orang Kunjungi Kepulauan Seribu
Berita Terkini
- Saham Honda Melonjak 16 Persen Setelah Pengumuman Pembelian Kembali
- Malam Tahun Baru, Pemprov DKI Bikin Acara Seru dari Pagi sampai Malam
- Indonesia Resmi Jadi Negara Mitra BRICS pada Januari 2025
- Menteri Perdagangan Tinjau Harga Pangan
- Wow! Kereta Panoramic Ada di Rangkaian KA Mutiara Timur Rute Pasarturi-Ketapang