Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ketahanan Pangan I Pemenuhan Pangan Sudah Terlalu Lama Bergantung pada Impor

Pemerintah Tidak Serius, Kelaparan Terjadi Lagi di Papua

Foto : KEMENSOS

BANTUAN UNTUK WARGA PUNCAK JAYA I Masyarakat yang mengalami kelaparan akibat terdampak kekeringan di Distrik Agandugume dan Lambewi Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah memperoleh bantuan logistik dari pemerintah melalui Kementerian Sosial, belum lama ini.

A   A   A   Pengaturan Font

» Pilar pemerataan (distribusi) dan utility dalam ketahanan pangan belum terpenuhi, sehingga klaim soal pemerataan terkesan semu.

» Pemerintah harus menetapkan salah satu wilayah food estate di Papua supaya tidak terjadi kelaparan ke depan.

JAKARTA - Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-78 RI, 17 Agustus 2023 mendatang, publik dikagetkan dengan munculnya berita kelaparan yang menimpa sekitar 10 ribu warga di Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Menurut laporan sedikitnya enam orang meninggal dunia.

Kalau melihat kembali setahun yang lalu, bencana kelaparan juga melanda wilayah Lanny Jaya, Papua, yang mengakibatkan empat orang warga meninggal. Kelaparan yang menimpa warga di wilayah Papua itu karena gagal panen akibat kekeringan.

Ini berarti, hampir setiap tahun, tepatnya tiap Agustus, wilayah tertentu di Papua dilanda kelaparan. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (pemda), belum membuat program untuk mengatasi bencana tersebut. Pemerintah terlihat tidak serius menangani masalah pangan di Papua.

Pakar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, yang diminta pendapatnya, mengatakan peristiwa kelaparan di Papua sangatlah anomali, sebab kekayaan alamnya melimpah, tetapi justru tertimpa kelaparan.

Di peta kerawanan pangan, ketahanan pangan di hampir semua wilayah di Papua, kata Dwi, masuk zona merah.

"Mestinya, kekayaan alam itu linear dengan tingkat kesejahteraan dan stok pangan di wilayah tersebut. Namun, faktanya tidak begitu dengan yang terjadi di Papua," jelas Dwi.

Dia pun meminta pemerintah agar mengambil langkah cepat menghadapi masalah kelaparan di Papua.

Menurut Dwi, ada dua pendekatan yang bisa ditempuh. Pertama, mengirim secepatnya bantuan pangan pokok ke sana, meskipun terkendala dengan medannya yang berat, tetapi apa pun masalahnya pemerintah harus lakukan. "Harus kirim secepatnya bantuan ke sana. Gunakan segala daya upaya, apa pun rintangannya, harus diatasi, termasuk apabila ada ancaman OPM," tegasnya.

Pendekatan kedua, lanjut Dwi, pemerintah harus membuat program jangka panjang dengan cara mendorong diversifikasi pangan kembali ke pangan lokal.

"Dulu, Papua itu konsumsinya pangan lokal, tetapi semenjak ada program raskin (beras miskin) pada era Orde Baru, mereka beralih ke beras, dan sekarang kian berkembang ke produk-produk berbahan baku terigu atau gandum," katanya.

Diakui memang, tidaklah mudah untuk mengubah pola makan, misalnya dari saat ini biasa konsumsi beras, lalu beralih ke konsumsi pangan lokal lainnya. Tetapi jika diseriusi, bakal bisa terwujud.

Asalkan, dari produksi hingga pascapanennya perlu ada sentuhan teknologi. Sejak pembibitannya harus menggunakan varietas unggul serta menggunakan teknologi cocok tanam. Kemudian, perlunya juga teknologi pascapanen serta fasilitas pendingin agar tidak mudah rusak. "Jika menggunakan metode itu, pasti pengembangan pangan lokal tak akan menemui kendala," kata Dwi.

Belum Terpenuhi

Dihubungi pada kesempatan lain, pakar pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jawa Timur, Surabaya, Ramdan Hidayat, mengatakan meskipun sudah ada perbaikan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dari dalam negeri, namun kelaparan yang melanda sebagian wilayah seperti Papua, menunjukkan empat pilar ketahanan pangan belum sepenuhnya terpenuhi.

"Dari empat pilar, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, distribusi, dan utility ada yang belum terpenuhi, yaitu masalah pemerataan dan utility yang belum tercapai. Bisa dikatakan, klaim soal pemerataan ini semu. Ini disebabkan pemenuhan pangan kita terlalu lama bergantung dengan impor," kata Ramdan.

Sebenarnya untuk antisipasi El Nino, pemerintah sudah mempersiapkan impor dua juta ton beras, tapi baru tahap awal 500 ribu ton yang terdistribusi.

"Sebagai negara kepulauan, memang ada gap tersendiri dalam upaya distribusi. Seharusnya Badan Pangan diberi kewenangan lebih untuk mengatasi ini, dengan mengoordinasikan Kementerian Pertanian dan Perdagangan," katanya.

Wilayah Merauke, tambah Ramdan, sebenarnya sangat potensial untuk program "Food Estate" (Lumbung Pangan) padi, hanya saja infrastrukturnya belum mendukung. Pemerintah harus mendorong "Food Estate" tersebut ke depan supaya tidak terjadi lagi kelaparan di Bumi Cendrawasih.

Sementara itu, Asisten Deputi Utusan Khusus Presiden (UKP), Achmad Yakub, mengatakan distribusi Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) di wilayah Papua harus dievaluasi, karena 12.849 ton yang dipasok ke sana belum mampu mengatasi krisis kelaparan.

Aspek yang perlu dipertimbangkan adalah penyediaan CPP harus sesuai dengan kebutuhan lokal, seperti pemanfaatan umbi-umbian yang ada di wilayah tersebut. Sinergi yang kuat antara berbagai kementerian dan lembaga (K/L) juga diperlukan untuk mengatasi situasi darurat tersebut.

"Bantuan pangan, obat-obatan, dan pakaian merupakan langkah awal yang penting dalam jangka pendek. Sedangkan upaya jangka menengah dan panjang adalah mengambil tindakan yang memastikan situasi seperti ini tidak terulang di masa depan," katanya.

Salah satu langkah penting adalah memperkuat budaya lumbung pangan masyarakat, di mana setiap anggota masyarakat turut berkontribusi dalam upaya menjaga ketersediaan pangan. Upaya mitigasi perubahan iklim juga menjadi aspek yang sangat krusial, melalui riset dan pengembangan tanaman pangan yang dapat tumbuh dengan baik dalam kondisi cuaca ekstrem, baik itu dingin maupun panas.

Penyaluran Bantuan

Berkaitan dengan kondisi tanggap darurat, Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini, mengatakan sebanyak total 25 ton bantuan disalurkan untuk masyarakat terdampak kekeringan di Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Bantuan tersebut merupakan akumulasi dari bantuan Kemensos 15,1 ton, Panglima TNI 8 ton, PT Freeport lebih dari 2 ton.

"Penanganan bencana secara bersama dengan berbagai pihak. Kami tidak bisa sendiri, kami dibantu TNI, para rohaniawan di daerah sana," kata Mensos, di Jakarta, Kamis (3/8).

Dia memastikan penyaluran berlangsung aman dan kondusif. Meskipun ada kekhawatiran soal risiko keamanan, tapi komunikasi dengan tokoh agama terus dijalin agar penyaluran dapat segera dilaksanakan.

"Saya sampaikan kita harus cepat, mengingat warga sudah kondisi kelaparan dan musim dingin lagi. Saya menyampaikan itu kami dibantu oleh TNI untuk percepatannya," tegas Risma.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Muhamad Ma'rup, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top