Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pendapatan Masyarakat I Nilai Tukar Petani pada Mei 2024 Turun 0,06% Menjadi 116,71

Pemerintah Tidak Konsisten Berpihak ke Petani

Foto : ANTARA/PRASETIA FAUZANI

NILAI TUKAR PETANI TURUN I Pekerja membajak sawah menggunakan traktor di Kelurahan Ketami, Kota Kediri, Jawa Timur, Senin (03/6). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Mei 2024 sebesar 116,71 poin atau turun 0,06 persen dibanding NTP bulan sebelumnya.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Upaya pemerintah menyejahterakan masyarakat berpendapatan rendah khususnya petani dinilai gagal. Hal itu karena petani hanya sesaat menikmati kenaikan harga seperti beras beberapa waktu lalu. Setelah panen ditambah masuknya beras impor, harga gabah/beras di tingkat petani turun, sementara biaya untuk produksi mulai dari bibit, pupuk, dan obat-obatan terus naik.

Hal itu terlihat pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan Nilai Tukar Petani (NTP) pada Mei 2024 tercatat sebesar 116,71 atau turun 0,06 persen dibandingkan April 2024.

Dalam keterangan kepada pers, Pelaksana Tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, di Jakarta, Senin (3/6), mengatakan penurunan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun 0,16 persen atau lebih dalam dibandingkan penurunan indeks harga yang dibayarkan petani sebesar 0,10 persen.

"Komoditas yang dominan mempengaruhi penurunan indeks harga terima petani nasional adalah kelapa sawit, gabah, jagung, dan cabai rawit," jelas Amalia.

Sebagai informasi, NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan. NTP juga merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dihasilkan petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam produksi dan konsumsi rumah tangga petani.

Lebih lanjut, Amalia mengatakan penurunan NTP terdalam terjadi pada subsektor tanaman pangan, yaitu 0,86 persen, yang disebabkan oleh penurunan harga gabah, jagung, dan ketela pohon.

BPS juga mencatat Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) pada Mei 2024 juga menurun 0,27 persen dibandingkan April 2024. Penurunan itu karena indeks harga yang diterima petani turun 0,16 persen, sedangkan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) naik 0,11 persen.

"Komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan BPPBM adalah bakalan sapi, bibit bawang merah, bibit sapi, dan upah pemanenan," kata Amalia.

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, pada kesempatan lain mengatakan, sejak April akhir panen padi terjadi hingga saat ini dan praktis tidak ada gangguan berarti pada produksi musim ini, kecuali kemunduran musim yang seharusnya sejak bulan Maret sudah panen.

Panen raya, jelas Said, menyebabkan stok melimpah dan harga cenderung turun dan lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya. "Tentu saja gap-nya sangat besar dibandingkan dengan akhir tahun lalu atau awal tahun ini di mana harga gabah mencapai puncaknya. Jika dibandingkan pasti akan mengalami penurunan. Sementara biaya produksi yang dikeluarkan relatif tinggi. Begitu juga biaya konsumsi keluarga petani lebih tinggi karena harga-harga, terutama pangan mengalami kenaikan," kata Said.

Sebab itu, perlu upaya memastikan harga gabah yang diterima petani tetap baik menjadi keniscayaan. Intervensi melalui harga pembelian pemerintah (HPP) jika melihat situasi saat ini, bisa dikatakan belum mengangkat harga. Hal tersebut karena HPP masih jauh dari harga keseimbangan yang harusnya diterima petani.

"Jika mencermati usulan dari berbagai kelompok atau organisasi petani HPP harusnya jauh di atas yang saat ini. Sekalipun HPP hanya mengikat Bulog, namun dampak psikologis diharapkan mempengaruhi pasar gabah sehingga petani mendapat harga yang baik. Pada sisi lain diperlukan juga upaya memastikan harga input dapat terjangkau dan memperkuat akses permodalan petani," ungkap Said.

Serap Gabah Petani

Sementara itu, Direktur Celios, Bhima Yudisthira, menyoroti penurunan NTP yang polanya terus berulang setiap kali musim panen raya, karena regulator tidak kunjung mengatasinya. Ia pun memandang perlu melakukan perubahan kebijakan.

"Solusinya, pertama, kendalikan beban biaya produksi petani. Kedua, perbesar serapan gabah oleh Bulog dan ketiga, pangkas biaya logistik," tegas Bhima.

Terpisah, Manajer Riser Seknas Fitra, Badiul Hadi, mengatakan selama ini pemerintah menyatakan berpihak pada petani, namun pernyataan itu bisa dipatahkan dengan sendirinya dengan melihat NTP saat ini.

"Ketika NTP tidak sesuai dengan yang diharapkan petani ini menunjukkan lemahnya komitmen keperpihakan pemerintah pada petani. Sementara, kita tahu semestinya pemerintah pemilik otoritas tertinggi bisa mengendalikan itu setidaknya sudah mengantisipasi penurunan indeks harga petani nasional, pemerintah bisa menyiapkan skenario untuk tetap menjaga NTP," tegasnya.

Ketika harga eceran tertinggi (HET) beras terus melonjak, pemerintah menyampaikan kalau itu sulit diturunkan dan biarlah kenaikan itu membuat petani sejahtera. "Namun, di sisi lain, NTP justru turun. Pemerintah tidak konsisten berpihak ke petani," tukasnya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top