Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sektor Energi

Pemerintah Masih Dilematis soal BBM Bersubsidi

Foto : ANTARA/MENTARI DWI GAYATI

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Posisi pemerintah dilematis dalam menyikapi harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi khususnya pertalite dan solar. Di satu sisi, dengan harga saat ini di mana harga jualnya jauh di bawah keekonomiannya menyebabkan subsidi membengkak tiga kali lipat menjadi 502,4 triliun rupiah dan masih berpotensi meningkat menjadi lebih dari 600 triliun rupiah.

Di sisi lain, kalau pemerintah memilih menaikkan harga agar subsidi tidak semakin membengkak akan menimbulkan inflasi dan berpotensi memengaruhi daya beli masyarakat, sehingga pemulihan ekonomi yang digerakkan oleh konsumsi bisa berjalan lamban.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan pemerintah masih mempertimbangkan sejumlah aspek terkait penetapan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, salah satunya daya beli masyarakat.

"Keputusan ini kan harus mempertimbangkan banyak aspek, aspek daya beli dan kemampuan pendanaan pemerintah," kata Arifin, di Jakarta, Rabu (24/8).

Pemerintah juga mengantisipasi meningkatnya kebutuhan energi pada akhir tahun, di saat sejumlah negara lain memasuki musim dingin yang membuat ketersediaan energi terbatas.

"Harganya bisa meningkat, mau masuk musim dingin di luar, sekarang kita harus upayakan penuhi paling tidak listrik untuk memanfaatkan maximum capacity baseload dalam negeri," kata Arifin.

Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan jajaran menteri masih mengevaluasi rencana penyesuaian harga BBM pertalite hingga 1-2 hari ke depan sebelum dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pemerintah, jelasnya, sedang menyiapkan sejumlah skema terkait perubahan kebijakan harga BBM pertalite agar kuota BBM pertalite yang disubsidi pemerintah dapat mencukupi kebutuhan masyarakat hingga akhir tahun.

Belanja subsidi dan kompensasi yang dikucurkan pemerintah hingga Agustus 2022 sudah mencapai 502,4 triliun rupiah, yang terdiri dari subsidi energi 208,9 triliun rupiah dan kompensasi energi sebesar 293,5 triliun rupiah. Saat ini, kuota subsidi pertalite hanya tersisa enam juta kiloliter dari 23 juta kiloliter subsidi yang disepakati hingga akhir 2022. Kuota tersebut diperkirakan akan habis pada Oktober 2022.

Presiden Jokowi sendiri memberikan arahan kepada menteri agar perubahan harga pertalite akan diputuskan secara hati-hati dan dikalkulasikan dengan matang agar tidak menurunkan daya beli rakyat dan tak menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.

Pilihan Sulit

Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, mengatakan pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sulit mengingat inflasi sedang tinggi. Jika menaikkan harga BBM, akan membuat inflasi semakin tidak terkendali. Saat ini, inflasi kita sudah mencapai 4,94 persen dan jika ada kenaikan BBM akan membuat inflasi semakin tinggi. Bisa mencapai lebih dari 7 persen jika pertalite dinaikkan.

"Walaupun beban subsidi BBM cukup berat, sangat perlu untuk menjaga harga pertalite. Walaupun akan terjadi pergeseran konsumsi dari pertamax ke pertalite, sehingga perlu diantisipasi dari sisi penerima manfaat subsidi dan stok," katanya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top