Jum'at, 22 Nov 2024, 01:20 WIB

Pemerintah Harus Antisipasi Paham Khilafah saat Pilkada

Analisa komunikasi politik Hendri Satrio.

Foto: ANTARA/Dokumentasi Pribadi

JAKARTA - Pemerintah diharapkan untuk mengantisipasi penyebaran paham khilafah di tengah perhelatan Pilkada Serentak 2024. Hal tersebut suatu keharusan karena belakangan ini mulai beredar di media sosial narasi tentang negara yang berpegangan dengan prinsip khilafah.

“Khilafah memang tidak sesuai dengan apa yang ada di Indonesia atau kehidupan bernegara bangsa Indonesia,” kata pengamat komunikasi politik Hendri Satrio yang akrab disapa Hensa di Jakarta, Kamis (21/11).

Menurut Hensa, paham khilafah sangat berbahaya dalam suasana politik seperti lantaran dapat mencederai prinsip demokrasi dalam pilkada.

Ideologi ini, menurut dia, dapat membuat masyarakat menjadi radikal dan tidak mau terlibat dalam kontestasi pilkada.

Hensa mengemukakan bahwa intensitas penyebaran isu khilafah di tengah Pilkada 2024 tidak terlalu besar seperti yang terjadi sebelumnya. Walau tidak besar, dia mengingatkan Pemerintah mewaspadai hal tersebut karena paham khilafah bisa dengan mudah “dimakan” oleh masyarakat dengan tingkat literasi rendah tentang Pancasila.

Tidak hanya itu, lanjut dia, paham radikal ini juga bisa memengaruhi lapisan masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan cukup tentang agama.

Oleh karena itu, Hensa memandang perlu Pemerintah mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah paham radikal, salah satunya melibatkan ulama dan tokoh agama dalam mengedukasi masyarakat tentang bahaya paham khilafah.

“Pemerintah juga perlu mengajak para tokoh agama, alim ulama untuk terus-menerus menyadarkan kelompok masyarakat yang masih menginginkan khilafah hadir di Indonesia sebagai hal yang harus diubah,” kata Hensa.

Pelibatan tokoh agama, lanjut dia, merupakan langkah tepat dalam menangkal paham khilafah karena suara dan pendapat pemuka agama mudah diterima masyarakat. Jika cara tersebut tidak berhasil, dia mengatakan bahwa Pemerintah harus mengambil langkah besar untuk menangkal paham khilafah dengan meningkatkan taraf perekonomian masyarakat.

Hensa mengutarakan bahwa masyarakat akan makin percaya dan memegang teguh Pancasila jika dasar-dasar negara itu memberikan dampak berupa kemakmuran dan kesejahteraan. “Dengan demikian, mereka tidak lagi perlu mencari ideologi-ideologi lain, ajaran-ajaran lain, dan hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan Pancasila, termasuk khilafah,” kata Hensa.

Ia berharap langkah-langkah tersebut dapat diambil pemerintah demi mencegah merebaknya ideologi khilafah di tengah masyarakat.

Patroli Pengawasan

Sementara itu,Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) semakin mengetatkan pengawasan di seluruh wilayah Indonesia, menjelang hari pencoblosan Pilkada 2024 pada 27 November.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, sejumlah persiapan sudah dilakukan untuk membantu menyukseskan pelaksanaan pilkada, agar berjalan lancar, tertib, damai, dan adil sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Kami akan memperketat patroli pengawasan, persiapan melalui apel siaga yang sudah hampir dilakukan di seluruh wilayah Indonesia hingga hari ini,” kata Rahmat di Jakarta, kemarin.

Selain dua langkah itu, lanjut dia, Bawaslu juga sudah memperkuat koordinasi dengan Bawaslu di tingkat provinsi, maupun kabupaten/kota, guna melakukan pengawasan lebih intensif.

Rahmat menyatakan, di sejumlah daerah yang rawan karena sejumlah kriteria seperti adanya calon tunggal atau ‘kotak kosong’ dan lainnya juga dilakukan pengetatan pengawasan. “Bagi tempat yang tingkat kerawanannya tinggi, telah kami tingkatkan kewaspadaan, seperti kotak kosong atau calonnya cuma dua,” ujar dia.

Saat ini Indonesia sedang bersiap menuju masa pilkada serentak yang akan berlangsung pada 27 November 2024. KPU RI pada akhir September 2024 mengumumkan ada sebanyak 1.553 pasangan calon kepala daerah yang mengikuti Pilkada Serentak 2024 di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota.

Redaktur: Sriyono

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan: