Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pemerintah dan DPR RI Sepakat RUU TPKS Harus Berikan Keadilan dan Pendampingan Terbaik bagi Korban

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) terus mengawal jalannya proses persidangan penyusunan Rancangan Undang - Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), yang saat ini telah memasuki sidang ketiga. Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) berkomitmen untuk dapat merumuskan regulasi yang menitikberatkan pada perlindungan dan pemenuhan hak korban kekerasan seksual, termasuk memberikan rasa keadilan serta pendampingan yang terbaik bagi korban.

Sidang ketiga yang digelar di Gedung Nusantara I DPR RI, pada Rabu (30/3), merupakan sidang lanjutan yang membahas sejumlah pasal dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS, termasuk di dalamnya usulan pemerintah yang bersifat substantif, dan juga merupakan substansi baru. Usulan ini bertujuan untuk memperkuat pasal - pasal yang sebelumnya telah dirumuskan oleh DPR RI. Pada sidang ketiga ini, Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS DPR RI memberikan perhatian besar pada masalah restitusi, korporasi yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual, pengaturan alat bukti, hingga layanan pendampingan bagi korban dan saksi.

"Secara khusus, kami menyampaikan apresiasi atas dukungan DPR RI terhadap usulan pemerintah untuk mengeluarkan restitusi sebagai bagian dari pidana tambahan sebagaimana draft RUU TPKS DPR RI, dan menempatkannya sebagai bagian dari kewajiban tersangka serta hak korban, yang dilakukan melalui penetapan hakim. Ini adalah kemajuan penting dalam hukum pidana yang memperlihatkan perspektif korban dalam pemidanaan. Kami juga mengapresiasi kecermatan DPR RI yang mengingatkan pemerintah agar tidak menggunakan istilah Keadilan Restoratif untuk menyatakan larangan melakukan penyelesaian di luar pengadilan terhadap kasus kekerasan seksual. Ini karena konsep keadilan restoratif telah diadopsi oleh peraturan perundangan lain, dan merupakan salah satu terobosan hukum," ujar Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati.

Pembahasan tentang sita dan perampasan harta pelaku untuk memenuhi restitusi menempati porsi pembahasan cukup mendalam, khususnya mengenai kedudukan harta, baik pelaku individu maupun pelaku korporasi. Panja RUU TPKS DPR RI telah memberikan banyak pertimbangan baik untuk pengayaan pemikiran maupun sikap antisipatif terhadap implementasinya di lapangan. Di satu sisi, sangat penting untuk memastikan tidak ada korban baru sebagai dampak perampasan tersebut, dalam hal ini keluarga pelaku, namun pengaturan tentang perampasan harta tersebut juga harus memenuhi hak korban serta memberikan efek jera, sehingga dapat menjadi sebuah langkah pencegahan tindak kekerasan seksual di masyarakat.

Pemerintah dan DPR RI juga menyepakati bahwa Keterangan Saksi dan/atau Korban merupakan alat bukti yang sah bila disertai dengan satu alat bukti sah lainnya dan hakim memiliki keyakinan bahwa tindak pidana itu benar terjadi. Hal ini lagi-lagi merupakan upaya terobosan yang disusun bersama menjawab kekosongan hukum yang selama ini dirindukan oleh korban maupun pendamping korban.
Halaman Selanjutnya....

Penulis : Zulfikar Ali Husen

Komentar

Komentar
()

Top