Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Kebijakan Perdagangan I Pasar Dalam Negeri Harus Dilindungi

Pemerintah Akan Batasi Impor Produk Tekstil

Foto : ISTIMEWA

TETEN MASDUKI Menteri Koperasi dan UKM - Kalau pakaian bekas ilegal ini masuk karena mereka kan ke sini masuknya sebagai sampah ya, tidak mungkin kita bisa bersaing pasti mati UMKM kita di pasar domestik.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah akan melakukan pembatasan atau restriksi impor produk tekstil. Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas laporan dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia yang mencatat unrecorded impor (impor tidak tercatat) produk tekstil mencapai 31 persen.

"Intinya kami dengan Pak Mendag untuk melindungi pasar domestik yang selama ini disuplai oleh produk-produk tekstil UMKM, terpukul oleh dua hal tadi ya, yang unrecorded impor yang mencapai 31 persen pakaian jadi, termasuk pakaian bekas yang ilegal," kata Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki dalam konferensi pers di Kantor Kemenkop UKM Jakarta, Senin (27/3).

Seperti dikutip dari Antara, Menteri Teten menegaskan impor pakaian jadi terutama pakaian bekas ilegal sangat mengganggu pasar lokal karena bisa dipastikan produk lokal tidak bisa bersaing dari segi harga dengan pakaian bekas ilegal yang notabene merupakan sampah dan tidak membutuhkan biaya produksi. "Kalau pakaian bekas ilegal ini masuk karena mereka kan ke sini masuknya sebagai sampah ya, tidak mungkin kita bisa bersaing pasti mati UMKM kita di pasar domestik," ujarnya.

Selain unrecorded impor yang mencapai 31 persen, secara total, Asosiasi Pertekstilan Indonesia juga mencatat produk impor tekstil legal berupa pakaian jadi dan alas kaki menguasai 43 persen pasar dalam negeri.

Oleh karena itu, Menteri Teten dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sepakat untuk melakukan restriksi terhadap impor produk tekstil. Saat ini banyak negara yang telah menerapkan restriksi.

Teten mencontohkan ekspor sawit ke Eropa yang ketat, belum lagi ekspor pisang ke pasar Amerika yang mewajibkan verifikasi melalui 21 sertifikat dengan tiga sertifikat di antaranya yang wajib ditinjau ulang setiap enam bulan sekali.

"Misalnya, pisang itu kalau ada noktah yang dibolehkan tidak ada titik gitu loh. Itu kan menurut saya ini untuk mengada-ada untuk membatasi pasar domestiknya dari serbuan produk-produk impor. Kita ini terlalu lemah ya untuk melindungi pasar kita baik produk impor legal maupun yang tidak," ujarnya.

Instruksi Presiden

Teten menegaskan sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo, ia bersama kementerian lain beserta kepolisian sepakat untuk memberantas impor pakaian bekas. Selain melalui penindakan kepada para importir, pemerintah juga membangun literasi kepada para pedagang untuk melindungi produk dalam negeri.

"Mereka punya risiko hukum kalau menjual produk ilegal. Walaupun tadi kami sudah tegaskan bagi para pedagang pengecer, reseller pakaian bekas impor ini kami tidak lakukan represi, berbeda dengan narkoba," jelas dia.

Sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan impor pakaian bekas dapat membahayakan keberlangsungan industri tekstil nasional dan produknya juga bisa berdampak buruk pada kesehatan penggunanya.

"Saya kira responsnya sudah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo bahwa impor pakaian bekas itu membahayakan industri nasional, industri tekstil kita. Nanti produk-produk dalam negeri itu akan terganggu oleh adanya impor baju bekas," kata Wapres.

Wapres mengatakan hal itu untuk menjawab pertanyaan media usai menghadiri acara Hari Desa Asri Nusantara 2023 di Desa Makmur, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, Senin, sebagaimana siaran pers yang diterima di Jakarta.

Menurut Wapres, larangan impor pakaian bekas selain untuk melindungi industri tekstil lokal juga untuk mencegah masuknya barang bekas yang tidak terjamin kebersihannya, serta mengurangi dampak lingkungan dari limbah pakaian bekas.

"Walaupun mungkin tidak potensial, tetapi juga bisa kurang kebersihannya, kesehatannya, dan kemudian juga tidak baiklah (untuk lingkungan)," jelasnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top